Ahad 04 Nov 2018 09:11 WIB

Tak Cuma Ilmu dan Ulama, Umat Juga akan Kehilangan ini

Urusan duniawi ditengarai menjadi faktor utama hilangnya kekhusyukan umat.

Umat muslim melakukan shalat subuh berjamaah di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Ahad (4/2).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Umat muslim melakukan shalat subuh berjamaah di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Ahad (4/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Tampaknya, fenomena minimnya khusyuk yang menghampiri umat sekarang telah diprediksikan sejumlah ulama dari kalangan salaf. Ibn Rajab al-Hanbali (795 H) dalam sebuah kitabnya yang berjudul al-Khusyu’ Fi as-Shalat, khusyuk tak lagi menjadi pemandangan lazim layaknya shalat yang ditunjukkan kalangan salaf. 

Bahkan, mereka menegaskan bahwa kekhusyukan termasuk perkara yang pertama kali hilang dan dicabut dari umat, selain ilmu. Umat masa kini cenderung terperangah dengan persoalan duniawi. 

Kesibukan mengurus urusan materi mengalihkan konsentrasi memperoleh khusyu di shalat yang mereka kerjakan tiap harinya. Syadad bin Aus pernah mengatakan khusyuk termasuk perkara yang pertama kali akan sirna dari umat Islam. Sehingga seandainya, seseorang terlihat khusyu maka pada hakikatnya tidak seperti itu. 

Kekhusyukan tersebut bukan kekhusyuan yang sebenarnya. Abu ad-Darda pernah menekankan hal yang sama. Menurutnya, ilmu yang pertama kali dihilangkan dari umat adalah ilmu khusyuk. Akibat hilangnya khusyu tersebut, maka nyaris saja tidak ditemukan orang shalat khusyuk di tiap masjid.

 

Menurut Ibnu Rajab, fenomena di atas bisa diakibatkan berbagai faktor. Di antara faktor yang cukup mempengaruhi adalah problematika internal umat. 

Misalnya, adalah munculnya konflik antaraliran Islam dengan tingkat dan intensitas tinggi. Dulu, konflik tersebut pernah terjadi pasca terbunuhnya Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib ra.

Ummu Salamah mengisahkan tentang tragedi pembunuhan yang terjadi di tengah-tengah umat dan dampaknya terhadap kekhusyuan shalat. Berdasarkan kisahnya tersebut, dulu tatkala Rasulullah masih hidup, pandangan jamaah tak berpindah dari tempat dimana kedua kaki mereka berpijak. Rasulullah meninggal dunia, pandangan tersebut bergeser hingga setinggi kening.

Saat Umar bin Khattab wafat, pandangan itu berpindah lagi hingga mengarah ke arah tempat kiblat. Hingga pascakematian Ustman bin Affan, penglihatan itu tak lagi fokus pada satu tempat. 

Mereka kerap menengok ke kanan dan ke kiri sewaktu shalat. Gambaran itu mengisahkan tentang dampak tragedi dan problematika yang terjadi dalam hidup sehari-hari terhadap kekhusyukan shalat.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement