Sabtu 27 Oct 2018 05:30 WIB

Hukum Bernyanyi di Depan Bukan Muhrim

Para penyanyi Muslimah kini mulai menarik perhatian pemirsa.

Ilustrasi Muslimah
Foto:

Majelis Tarjih pun menjelaskan, halal atau haram hukum tersebut berangkat dari pertanyaan apakah suara perempuan itu aurat atau bukan. Aurat secara bahasa berarti celah atau lubang yang menyebabkan sesuatu tidak seimbang.

Ulama mendefinisikannya dengan bagian-bagian tubuh laki-laki dan perempuan dengan batasan yang dikaitkan dengan jenis (lelaki atau perempuan), umur seseorang, dan perempuan itu sendiri yang dinisbahkan pada mahram atau nonmahram (Asy-Sarh ash-Shaghir, 1:283).Istilah mahram mengacu pada kata haram. Maksudnya, perempuan atau laki-laki yang haram untuk dinikahi.

Seorang perempuan dibolehkan terlihat sebagian auratnya di depan laki-laki yang menjadi mahram baginya serta di depan sesama Muslimah. Kepada lakilaki yang bukan mahram, juga dengan sesama wanita tapi bukan muslimah, maka yang boleh terlihat hanya wajah dan kedua tapak tangannnya. Di depan suami sendiri, seorang wanita dibolehkan terlihat seluruh bagian tubuhnya. Artinya, halal dan sah.

Majelis Tarjih mengaku tidak pernah ditemukan dalil yang menunjukkan bahwa suara wanita adalah aurat. Realitas sejarah kehidupan para sahabat menunjukkan, bagaimana para sahabat (baik lelaki maupun perempuan) berinteraksi dengan para istri Nabi SAW, bertanya mengenai suatu permasalahan, saling memberikan fatwa, dan meriwayatkan hadis. Interaksi mereka dilandasi dengan adab dan akhlak yang baik. Bahkan, Aisyahra sendiri termasuk sahabat kedua yang paling banyak meriwayatkan hadis.

Jika ditelisik dalam Alquran dan hadis, banyak sekali ayat dan riwayat yang menganjurkan agar kita menjadi es tetikus, manusia yang menghargai este tika (keindahan) segala ciptaan Allah SWT.Beberapa di antaranya sebagai berikut: Artinya, Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan.Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. (QS an-Nahl: 5-6).

Selain itu, terdapat sebuah riwayat berikut: Artinya, Menceritakan pada kami Musaddad (dari) Bisyr bin Mufadhal (dari) Khalid bin Dzakwan: Rubayyi' binti Mu'awwidz bin Afra' berkata: Nabi saw datang (menghadiri pesta nikah) lalu duduk (di tempat yang sama ketika) aku (dulu) menikah (sehingga) aku dan Nabi saling berhadapan. (Lalu) beberapa wanita membawakan nyanyian disertai iringan tambor untuk mengenang keluarganya yang mati syahid di Badar. Salah seorang wanita (penyanyi) tersebut mengatakan bahwa (di depan mereka) ada Rasul yang mengetahui apa yang terjadi hari esok. Rasul bersabda: Jauhi meramal dan teruslah bernyanyi. (HR al- Bukhari).

Dengan demikian, Majelis Tarjih Muhammadiyah menilai, suara perempuan bukanlah aurat, sehingga tidak ada halangan untuk didengar oleh orang yang bukan mahram; kedua, hukum musik- nyanyian-lagu adalah diperbolehkan (mubah) dengan syarat isinya tidak bertentangan dengan ketentuan agama, di antaranya, tidak mengandung kata- kata yang menyesatkan dan menjurus pada kemaksiatan. Penyanyinya pun berpenampilan Islami, yakni menutup aurat dan tidak mengarah pada gerakan- gerakan erotis.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement