Jumat 05 Oct 2018 05:00 WIB

Perempuan yang Diharamkan Mencium Bau Surga

Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral dan suci.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agung Sasongko
Muslimah (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika
Muslimah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral dan suci. Allah SWT mengibaratkan pernikahan dengan mitsaqan ghalizhan (perjanjian yang kuat). Di dalam Alquran, mitsaqan ghalizhan merupakan frase yang hanya dapat digunakan tiga kali.

Pertama, saat Allah SWT mengadakan perjanjian suci dan kuat dengan Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa untuk menyampaikan agamanya kepada umatnya. Di dalam Alquran, Allah SWT berfirman, "Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ib rahim, Musa, dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh."(QS al-Ahzab: 7).

Kedua, perjanjian ini juga digunakan Allah SWT saat mengadakan perjanjian dengan Bani Israil, seperti yang tertulis dalam Alquran, "Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka, 'Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud,' dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka, 'Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu,' dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh." (QS an-Nisa:154).

Ketiga, perjanjian ini digunakan untuk membicarakan tentang masalah pernikahan. Seperti yang dijelaskan dalam surah an-Nisa ayat 21, "Bagai mana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur)de ngan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjan- jian yang kuat."

Karena perjanjian pernikahan termasuk sebagai perjanjian yang kuat dan kokoh, tak heran jika membatalkan perjanjian dengan cara talak menjadi perbuatan yang sangat dibenci Allah SWT.Sebagaimana yang dikatakan Rasulullah, "Perbuat an halal yang sangat dibenci oleh Allah adalah talak (perceraian)." (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Hakim).

Dalam Islam, terdapat dua bentuk hukum dari perceraian, yaitu boleh dan haram. Diperbolehkannya mengucap talak adalah di saat kedua belah pihak (istri dan suami) memandang bahwa perce raian merupakan cara terbaik untuk mengakhiri permasalahan rumah tangganya.

Hal ini berdasarkan pada kisah Jamilah, istri Tsabit bin Qais yang mengadukan permasalahan rumah tangganya kepada Rasulullah SAW. Jamilah berkata, "Wahai Rasulullah, saya tidak meragukan suamiku, baik dalam masalah agama mau pun akhlaknya. Namun, saya sangat menyayangkan ia berlaku kufur sesudah memeluk Islam."

Mendengar keluhan Jamilah tersebut, Rasulullah SAW bersabda, "Maukah kamu mengembalikan pemberiannya (kebun) sebagai maharmu dahulu kepadanya?" Lalu, Jamilah menjawab, "Mau, wahai Rasulullah." Kemudian, Rasul pun memanggil Tsabit dan memberikan kebun tersebut. Setelah itu, beliau meminta Tsabit untuk menceraikan istrinya, Jamilah." (HR Bukhari).

Namun, bila perceraian didasari karena istri atau suami tertarik dengan orang lain, lalu ingin menceraikan pasangannya, padahal dia tidak memiliki kekurangan apa pun maka ini termasuk jenis perceraian yang dipaksakan dan hukumnya haram.

Hal ini berdasar pada sabda Rasulullah, "Wanita yang meminta cerai suaminya tanpa ada sebab (kesalahan) apa pun maka akan diharamkan baginya bau surga." (HR Abu Dawud).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement