Ahad 21 Jun 2015 17:07 WIB

MUI Dorong Ijtima Ulama Menjadi Hukum Positif

Rep: Hannan Putra/ Red: Indah Wulandari
 Ketua MUI Bidang Fatwa, KH. Ma'ruf Amin (kedua kanan) didampingi jajaran pengurus MUI menyampaikan keterangan pers terkait
Ketua MUI Bidang Fatwa, KH. Ma'ruf Amin (kedua kanan) didampingi jajaran pengurus MUI menyampaikan keterangan pers terkait

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --  Hasil ijtima’ para ulama didorong menjadi hukum positif dalam pemerintahan. Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Dr KH Hasanuddin AF mengatakan, MUI berusaha untuk membahas persoalan-persoalan krusial yang ada di tengah-tengah masyarakat. Seperti halnya ijtima ulama MUI ke-5 yang dilaksanakan di Tegal baru-baru ini.

Menurutnya, seluruh pembahasan dalam ijtima' tersebut adalah masalah sangat penting di masyarakat hingga kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Ada tiga bagian besar dalam pembahasannya, yaitu masalah kebangsaan, masalah hukum fikih kontemporer, dan masalah perundang-undangan. Masalah kebangsaan diantaranya, yaitu masalah yang sering dipertanyakan soal janji-janji pejabat semasa pemilu. Kalau yang menyalahi janjinya, bagaimana? Masalah fikih kontemporer misalkan haji berulang kali," jelasnya.

KH Hasanuddin menginginkan, hasil ijtima' ulama tersebut bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah. Hendaknya, fatwa tersebut tidak hanya sekedar imbauan kepada masyarakat, tetapi bisa diadopsi pemerintah untuk melahirkan hukum positif yang berkekuatan mengikat.

"Selama itu masih masalah fikih tentu ini tidak mengikat. Ini hanya sebagai acuan, pedoman, dan bahan pertimbangan bagi pemerintah atau penguasa. Kalau sudah dijadikan qanun (perundang-undangan) barulah ia bersifat mengikat. Semoga ini dilirik oleh DPR, kan mereka yang membuat undang-undang," tambahnya.

Misalkan saja persoalan janji-janji kampanye ketika seseorang dicalonkan menjadi pejabat. Jika ada fatwa haramnya mengumbar janji tanpa ditepati oleh calon pemimpin tersebut bisa berjanjut pada undang-undang, tentu hal ini bisa menjadi maksimal pelaksanaannya.

"Kaidahnya, alwa'du dainun (janji itu hutang). Jadi janji itu bersifat mengikat. Seharusnya janji-janji pejabat itu bisa dilanjutkan menjadi suatu undang-undang," ujar KH Hasanuddin.

Pengasuh Pesantren Attauhidiyah yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan Ijtima' Ulama MUI ke-5, KH Ahmad Saidi, berpendapat, dukungan pemerintah dalam penyelenggaraan ijtima' ulama sudah dirasakan maksimal. Namun menurutnya, dukungan pemerintah jangan hanya sebatas pelaksanaan ijtima' saja.

Hasil-hasil ijtima' ulama berupa rekomendasi kepada pemerintah juga harus didukung. Bentuk dukungannya, salah satunya adalah dengan melanjutkan hasil fatwa ulama menjadi hukum positif yang bisa mengikat.

"Revolusi mental itu bukan sebatas ucapan, tetapi tindakan. Kami mengharap dengan adanya kumpulan ulama ini akan melahirkan itu semua untuk bangsa ini. Kita harus kerja keras. Jika dalam porsi mikro sudah nampak hasilnya. Mudah-mudahan ijtima' dalam skala makro ini juga akan terlihat hasilnya, sebagaimana yang dicita-citakan bangsa ini," pesan KH Ahmad.

Ia juga berpesam agar hasil ijtima' ulama tersebut mendapat dukungan dari seluruh pihak. Menurutnya, problematika umat saat ini harus mendapat perhatian serius dari seluruh kalangan. Harus ada andil dari berbagai pemangku kepentingan agar urusan umat tersebut bisa terasa ringan dan terselesaikan.

"Seberapapun beratnya beban, kalau yang membawanya banyak, maka Insya Allah akan menjadi ringan," ujarnya.

Wakil Ketua umum MUI sekaligus Ketua Materi dalam gelaran Ijtima ulama tersebut, KH Ma'ruf Amin, mengatakan, arah dari hasil ijtima' tersebut mayoritas mengarah kepada pemerintah. Rekomendasi-rekomendasi hasil ijtima' tersebut memang diharapkan agar pemerintah mau menindaklanjutinya.

"Kita ingin memberikan semacam arahan, supaya ketika pemimpin itu berjanji, ya dipenuhi. Kecuali janji yang melanggar atau bermaksiat, itu tidak boleh. Tapi kalau janji itu adalah sesuatu yang tidak dilarang agama atau membawa maslahah, harus dipenuhi," jelasnya.

Menurut KH Ma'ruf, jika negara sudah menindaklanjutinya menjadi undang-undang, tentu hasil dari fatwa ulama tersebut akan maksimal pelaksanaannya.

"Jadi kita mendorong, sanksinya apa secara negara? Tapi kita tidak masuk ke situ. Kita hanya memberikan himbauan supaya pemerintah mengambil langkah. Kalau tidak, orang nanti akan seenaknya saja berjanji," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement