Jumat 24 May 2019 23:00 WIB

Shamsi Ali: Islamofobia Masih Terjadi di Barat

Islamofobia bukan sesuatu yang baru di AS

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Agung Sasongko
Shamsi Ali
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Shamsi Ali

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Presiden Nusantara Foundation, Shamsi Ali menjelaskan Islamfobia masih terjadi di negara barat khususnya Amerika Serikat.

"Islamfobia itu bukan sesuatu yang baru, bukan sejak terpilihnya Mr. Donald Trump sebagai pressian AS. Bukan juga sejak penembakan di New Zeland," ujar Shamsi Ali dalam acara buka bersama di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (24/5). 

Sejak dulu, Islam dikategorikan sebagai agama orang Timur Tengah. Yang mana, kata Shamsi, Timur Tengah dianggap sebagai tempat terjadinya kekerasan, tempat wanita tidak dihormati, dan tempat minoritas ditindas. 

"Maka Islam sudah dibangun sedemikian rupa sebagai agama yang menakutkan di dunia barat," ujarnya. 

Sejarah itu mendapat pembenaran dengan adanya Revolusi Iran pada 1978-1979 yang merupakan mayoritas pemeluk agama Islam. Kemudian, ditambah lagi Peperangan di Afganistan yang melibatkan Uni Soviet dan dilanjutkan perang saudara selama kurang lebih 18 tahun lamanya. 

"Walalupun para mujahidin adalah Pahlawan bagi dunia barat, khususnya Amerika yang mendandani, toh, peperangan itu dianggap sebagai peperangan Islam," tuturnya.

Pada tahun 2001, penyerangan di New York dan Washington DC oleh militan Al-Qaeda yang mengakibatkan ribuan korban jiwa meninggal dunia. Atas kejadian itu, Islamphobia semakin melekat dimata orang Amerika.

Kejadian itu, menyebakan pandagan orang Amerika Serikat terhadap Islam sebagai agama orang peneror. Sehingga banyak pemimpin AS yang anti pula terhadap agama Islam. 

"Itulah lyang menyebabkan amerika serikat meilih pemimpin yang memang sangat anti terhadap islam, termasuk yang berhasil Donald Trump," ungkapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement