REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Budy Budiman
Tak terasa sepuluh hari pertama bulan Ramadhan sudah terlewati. Tepat malam ke-11 setelah Shalat Tarawih, saya bersama para guru Sekolah Internasional Indonesia Yangong (SIIY) dan Imam Masjid al-Muhajirin KBRI Yangon, Ustaz Zakir menuju komunitas Muslim Myanmar di Mingala Taungnyun, Yangon.
Di sana, jalanan ramai dengan orang-orang yang berjenggot dan berhidung mancung hilir mudik. Dahulu ketika Myanmar dijajah oleh Inggris banyak imigran yang dibawa untuk dipekerjakan, jadi mereka anak cucunya turun temurun dengan sendirinya sudah menjadi warga Myanmar.
Selanjutnya, saya bersilaturahim dengan majelis Jamiah Arobiyah Islamiyah Dhiyaul Quran. Dalam pertemuan dengan ketua Jamiah tersebut, saya memperkenalkan diri dari Lembaga Dompet Dhuafa Indonesia, dan akan tinggal selama satu bulan penuh selama Ramadhan. Kami berbincang banyak masalah agama, terutama masalah tasawuf.
“Program yang kami jalankan disini adalah bagaimana para jamaah bisa dekat dengan Alloh melalui zikir zikir, kami mengamalkan Tarekat Naqsyabandiyah," Demikian yang saya tangkap dari penjelasan berbahasa Inggris pendamping Syekh yang saya temui.
Usai silaturahim, saya pun berpamitan dan memohon doa restu agar umat islam di seluruh dunia khususnya di Indonesia mendapatkan kemudaham, kemulian dan keberkahan dari bulan Ramadhan ini. Terakhir sebelum saya meninggalkan majelisnya saya memberikan kenang-kenangan berupa cincin batu Pancawarna asli dari Indonesia yang saya sematkan langsung ke jari manisnya Syekh.
*Dai Ambassador Cordofa, Dai Tidim Jatman