Senin 13 May 2019 14:14 WIB

Shalat di Masjid Agung Brussel

Masjid yang dibangun pada 1880 ini juga menjadi Pusat Kebudayaan Islam Belgia.

Masjid Agung Brussel di Belgia, 3 Oktober 2017.
Foto: REUTERS/Francois Lenoir
Masjid Agung Brussel di Belgia, 3 Oktober 2017.

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Erik Purnama Putra, Wartawan Republika

JAKARTA -- Tidak jauh dari Markas European External Action Service (EEAS) atau Dinas Luar Negeri Eropa, saya bersama rekan wartawan cukup berjalan kaki memasuki area Parc du Cinquantenaire atau Juberpark. Selama di Kota Brussel mengikuti sesi kelas yang diadakan Uni Eropa pada 8-12 April 2019, saya beruntung bisa dua kali mampir ke Great Mosque of Brussel.

Bangunan ini menjadi kebanggaan masyarakat setempat. Lokasinya berada di jantung ibu kota Uni Eropa. Selain difungsikan sebagai tempat shalat kaum Muslim yang tinggal di Brussel yang didominasi keturunan Maroko, Lebanon, dan Turki, masjid yang dibangun pada 1880 ini juga menjadi Pusat Kebudayaan Islam Belgia.

Usai menyusuri taman seluas 30 hektare yang pepohonannya sedang rontok dan embusan angin dingin yang menyelinap jaket, kami pun tiba di halaman Masjid Agung Brussel. Seorang perempuan keturunan Arab memakai kerudung mengulurkan tangan meminta belas kasihan jamaah yang ingin shalat.

 

Sekitar pukul 16.00 waktu setempat, Republika bersama tiga rekan ingin me nunaikan shalat Zhuhur dijamaak Ashar, meski ada rekan yang memilih shalat qasar.Ada pun waktu Ashar, saat itu menjelang pukul 17.00.

Seorang pengurus masjid menunjukkan arah tempat di lantai bawah ketika kami bertanya lokasi wudhu dengan meng gunakan bahasa isyarat. Untuk jamaah laki-laki, tempat wudhu hanya turun satu tangga, sementara jamaah perempuan harus menggunakan lift untuk mencapai tempat wudhu.

Jamaah bisa menaruh sepatunya di rak yang disediakan untuk berganti meng gunakan sandal saat berwudhu. Airnya dingin sekali ketika menyentuh muka. Ketika masuk ruangan utama, suasana sangat gelap karena tidak ada lampu yang dinyalakan. Saya melihat ada seseorang yang tertidur pulas di samping mihrab.

Meski berstatus masjid terbesar di Belgia, jangan bayangkan kalau Masjid Agung Brussel memiliki tempat shalat yang luas. Bahkan, area shalat yang terdiri atas beberapa saf mungkin hanya mampu menampung ratusan jamaah. Adapun ruangan bagi jamaah perempuan untuk menunaikan shalat ukurannya bahkan sangat kecil, kalau tak boleh dibilang sempit.

Bagian mihrab sangat sederhana karena hanya tersedia mikrofon bagi imam ketika memimpin shalat. Sementara, di dinding depan terdapat kertas pengumuman tertulis 'Priere de fermer Votre GSM' atau perintah untuk menonaktifkan ponsel supaya tidak mengganggu jalannya shalat.

Banyak pengunjung tidak mendapat kesan apa pun usai menunaikan shalat di sini karena pencahayaan di dalam ruangan sangat kurang sekali. Sehingga, tidak bisa melihat dengan jelas motif dinding masjid yang biasanya dipenuhi kaligrafi.

Namun, karpet tebal yang empuk sangat nyaman digunakan jamaah ketika ingin sujud berlama-lama. Usai memanjatkan doa sebentar, Republikadan pengunjung lain menuju pintu keluar untuk menunggu rekan yang sedang menuntaskan shalatnya.

Di papan pengumuman yang terpasang di pintu, terdapat jadwal waktu shalat berbahasa Prancis. Pengunjung sempat memperhatikan menara masjid yang banyak dihinggapi burung dara. Kotoran burung yang menempel di dinding berwarna khaki itu terkesan sudah lama tidak dibersihkan, sehingga membekas jelas. Karena hanya memiliki ha laman yang tak terlampau luas dan berbatasan dengan trotoar, pengunjung sempat kesulitan untuk mendapatkan foto menara masjid.

Karena berada di area taman, jangan kaget pula kalau banyak orang berlalu lalang, baik berolahraga, membawa anjing, maupun pacaran yang melewati halaman masjid yang juga menjadi jalan tembus menuju Parc du Cinquantenaire. Saya pun mengakhiri kunjungan setelah berfoto dengan latar belakang masjid di bagian belakang yang tidak terhalang pepohonan.

Sejarah masjid ini tidak bisa dilepaskan dari Raja Belgia Baudouin yang pada 1967 menyewakan secara gratis selama 99 tahun bangunan ini kepada Raja Arab Saudi, Faisal bin Abd al-Aziz, agar menjadi tempat beribadah imigran Muslim yang tinggal di Brussel. Setelah melalui proses renovasi, Masjid Agung Brussel diresmikan pada 1978 di hadapan Raja Khalid bin Abdul Aziz selaku pengganti Raja Faisal dan Raja Baudouin.

Setelah serangkaian teror yang menyerang Brussel pada 22 Maret 2016 danmenyebabkan 34 orang meninggal, Pemerintah Belgia mengumumkan pada Jumat, 16 Maret 2018, sudah mengambil alih penga wasan aktivitas masjid ini dari Kerajaan Arab Saudi.

Kekhawatiran penyebaran paham takfiri menyebabkan Pemerintah Belgia perlu mengantisipasi agar tidak ada lagi serangan yang menewaskan warga sipil. Selepas tidak lagi berada di bawah Dewan Islam Arab Saudi, saat ini Masjid Agung Brussel dikelola Dewan Islam Belgia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement