Selasa 29 Jan 2019 01:10 WIB

Filter Konten Negatif, SalamWeb Tawarkan Browser Islami

Browser ini menargetkan pasar 10 persen dari total populasi umat Islam dunia.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Akses internet di daerah. Ilustrasi.
Foto: Antara
Akses internet di daerah. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR – Meningkatnya kekhawatiran akan privasi dan penyalahgunaan internet membuat banyak permintaan terhadap browser baru sesuai dengan nilai-nilai Islam. 

Untuk merespons permintaan tersebut, startup Malaysia, SalamWeb pun hadir memberikan pengalaman berinternet yang ramah bagi Muslim.  

Aplikasi yang tersaji dalam SalamWeb meliputi fitur berkirim pesan, berita serta fitur-fitur lainnya. 

Menurut Direktur Pelaksana Salam Web Technologies MY Sdn, Hasni Zarina, SalamWeb hadir untuk pengguna di Malaysia dan Indonesia. Targetnya yakni menyasar 10 persen dari 1,8  miliar populasi Muslim global. 

 

Zarina menilai banyak tantangan yang dihadapi, sebab perusahaan Google hingga Facebook pun menghadapi kritik lantaran hanya sedikit dalam menangani konten berbahaya dan hoaks.  

“Kami ingin menjadikan internet tempat yang lebih baik. Kami tahu internet memiliki sisi yang baik dan yang buruk, jadi SalamWeb menawarkan Anda alat untuk membuat jendela ini yang memungkinkan Anda mengakses Internet untuk melihat yang baik,” kata Zarina seperti dilansir businesstimes pada Senin (28/1).

SalamWeb mengandalkan filter konten yang diperiksa komunitas yang menandai halaman Web.

Yang membuat penggunanya memperoleh peringatan ketika mengakses situs perjudian maupun pornografi. Selain itu, SalamWeb juga memiliki fitur waktu sholat dan indikator arah kiblat. 

Produk-produk ini memenuhi persyaratan sertifikasi oleh Dewan Pengawas Amanie Shariah yang independen, dan dibangun di atas perangkat lunak chromium open-source yang menjadi dasar browser web Google chrome. 

"Kami mempromosikan nilai-nilai universal-meskipun SalamWeb ditargetkan untuk umat Islam, tapi itu dapat digunakan siapa saja. Internet bisa menjadi tempat yang berbahaya. Jelas kita membutuhkan alternatif." kata Zarina. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement