Rabu 02 May 2018 11:58 WIB

Tujuh pengingat di malam Nisfu Sya’ban

Kesuksesan dalam Islam itu komprehensif, integratif, dan bersifat permanen

Imam Besar New York Shamsi Ali
Foto: Republika/Darmawan
Imam Besar New York Shamsi Ali

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Imam Shamsi Ali*

Pertama, belajarlah selalu bersyukur. Karena syukur itu adalah kemampuan menyadari keagungan Allah dengan segala karuniaNya kepada kita. Kesadaran akan karunia dalam segala keadaan inilah bentuk kekayaan yang tiada akhir. Bila kesadaran itu hadir maka berbagai perubahan dan warna warni yang terjadi dalam hidup justeru menjadi bumbu-bumbu hidup itu sendiri. Semua akan terasa nikmat dan Indah. Dan hidup akan menjelma bagaikan karang di tengah samudera luas.

Kedua, hidup dunia adalah proses, bukan tujuan. Karenanya jangan pernah merasa sukses atau sebaliknya merasa gagal sebelum hidup dunia berakhir. Di saat itulah kita akan tahu sukses atau gagalnya kita dalam hidup dunia ini. Lakukan terus yang terbaik, lakukan proses dengan sungguh-sungguh, dan konsistenlah dalam proses tersebut. Insya Allah pada masanya harapan itu pasti ada.

Ketiga, karena hidup adalah proses, jangan pernah merasa sempurna. Selain memang tidak sejalan dengan tabiat kita yang penuh kekurangan, juga dunia tidak akan pernah memberikan yang sempurna. Dunia identik dengan kekurangan dan keterbatasan. Karenanya jangan pernah berharap kesempurnaan dari dunia. Terus saja melakukan proses menjadi sempurna karena itu memang jihad di jalanNya.

Keempat, berjalan dalam proses menuju kesempurnaan itu memang tidak mudah. Berbagai rintangan, godaan, bahkan ancaman akan terjadi. Tapi bagi seorang Mu’min, di sisi iman ada komitmen keistiqamahan yang menjaga sebagai pengawal. Karenanya jaga istiqamah di jalanNya.

Kelima, antisipasi kematian karena mati adalah peristiwa yang paling dadakan dalam hidup. Terjadi dan pasti adanya, kapan dan di mana saja, serta karena faktor apapun. Kebanyakan orang kecolongan dengan kematian karena lezatnya hidup sementara. Karenanya pernanyaklah mengingat “kematian” agar tidak terlena dan kecolongan.

Keenam, seriuslah dengan hidup kita. Hidup ini bukan untuk main-main, walau memang disediakan sebagai permainan (Lahwun). Oleh karenanya seriusi hidup karena memang sesuatu yang serius. Kegagalan hidup dunia, boleh jadi awal kegagalan hidup di alam abadi. Oleh sebab itu serius hidup dunia bagi seorang Mu’min terkait dengan keseriusannya untuk kehidupan ukhrawi. Keduanya  terintegratif dalam satu kesatuan proses.

Ketujuh, miliki visi kesuksesan. Islam itu berwawasan kesuksesan. Jika kita tidak memiliki wawasan itu berarti kita gagal paham Islam yang sesungguhnya. Tapi kesuksean Islam tidak bersifat parsial, terpilah, dan sementara. Kesuksesan dalam Islam itu komprehensif, integratif, dan bersifat permanen. Sukses dunia dan sukses Akhirat (hasanah fid-dunia wal-akhirah).

* Presiden Nusantara Foundation

*Ceramah Nisfu Sya’ban di Kota New York

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement