Ahad 21 Jan 2018 04:02 WIB

Mufti Mesir: Ajaran Islam tak Sebatas Simbol

Dibutuhkan kemampuan yang mendalam agar umat tak mudah terjebak penafsiran tekstual.

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID,  MESIR -- Publik harus tahu dan melihat ajaran Islam, tidak sebatas pada simbolnya saja, seperti peci, jubah dan aksesoris lainnya. Namun, lebih dari itu, Islam haruslah dilihat dari apa yang terefleksi dari isi kepala dan hati umatnya.

“Islam bukan dinilai atas apa-apa yang dikenakan pada kepala (fisik) kita, tapi tercermin dari isi di kepala dan hati kita. Tentunya kita ingin seorang Muslim yang memiliki hati yang bersih, dan inilah gambaran atau wajah Islam yang harus ditampilkan dengan wujud akhlak dan perilaku yang baik,” ujar Grand Mufti Mesir Shawqi Ibrahim Allam saat menerima  kunjungan Menag Lukman Hakim Saifuddin, belum lama ini.

“Jadi tampilkanlah wajah Islam yang dirindukan, yang ramah, dan membawa kedamaian dan kesejukan,” sambungnya.

Shawqi mengatakan, jika ada orang yang memahami keliru tentang Islam, lalu menampilkan wajah yang penuh kekerasan dan kebencian, maka menjadi tugas bersama untuk meluruskannya. Selain itu, umat Islam juga perlu diedukasi bahwa dalam memahami teks keagamaan, dibutuhkan kemampuan mendalam tentang bahasa Arab dan berbagai perangkat ilmu lainnya. Hal ini penting, agar umat tidak mudah terjebak pada penafsiran yang tekstualis semata.

Grand Mufti Mesir ini mencontohkan penafsiran salah satu ayat pada QS Al-Bara’ah,  “Faqtulul musyrikiina haytsu wajadtumuuhum” (bunuhlah orang-orang musyrik di mana saja kamu dapati mereka). Menurutnya, kata al-musyrikiin pada ayat ini tidak bisa digeneralisasi kepada seluruh orang musyrik. Sebab, kata tersebut didahului dengan alif dan lam (al) yang menunjukan makna khusus (ta’rif). Yaitu, kaum musyrik pada zaman nabi yang selalu memusuhi dakwah dan perjuangannya.

Demikian juga dalam pemahaman hadis, umirtu an uqatila an-nas. Kata an-nas (manusia) disertai alif dan lam (al) yang juga menunjukan makna khusus. Bukan semua manusia, tetapi tertuju pada mereka yang selalu memusuhi umat Islam. “Dan masih banyak  contoh pemahaman yang keliru lainnya yang perlu kita luruskan bersama,” tegas Grand Mufti.

Senada dengan Grand Mufti,  Menag Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, pentingnya  menambah dan memperluas wawasan dan pemahaman keagamaan umat, sehingga mampu menangkap esensi ajaran Islam. Pertemuan selama lebih dari 1 jam itu berlangsung begitu akrab dan penuh kekeluargaan.

Ikut mendampingi Menag, Duta Besar Indonesia Berkuasa Penuh untuk Mesir Helmy Fauzy, Gubernur NTB TGB Zainul Majdi yang juga Ketua Organisasi Alumni Al Azhar di Indonesia, Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin, Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Muchlis M Hanafi, serta Muhammad Adib Abdushomad dan pejabat KBRI.

sumber : kemenag.go.id
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement