Selasa 12 Feb 2019 07:07 WIB

Geliat Syiar Islam di Burkina Faso

Pemerintah kolonial Prancis bantu penyebaran Islam melalui jalur perdagangan.

Masjid di Burkina Faso
Foto: blogspot.com
Masjid di Burkina Faso

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam mulai menyebar melalui perkawinan antara para saudagar Muslim dan penduduk setempat. Seiring waktu, generasi-generasi Muslim baru bermunculan dari hasil perkawinan tersebut. Komunitas Muslim pun semakin meluas. Kelompok Muslim pun tanpa terasa sudah dianggap menjadi bagian dari masyarakat Kerajaan Mossi.

Orang-orang Dyula juga sangat peduli dengan pendidikan Muslim bagi generasi di bawah mereka. Setiap keluarga berkewajiban untuk mengajarkan Islam pada anak-anaknya. Dalam struktur komunitas Muslim di sana, terdapat sebuah posisi yang disebut Karamoko, mereka adalah para ulama yang mengerti Alquran, tafsir, hadis, dan sejarah Nabi Muhammad.

 

Seorang Karamoko harus belajar giat agar bisa mendapatkan sorban dan ijazah sebagai tanda atau surat izin untuk mengajarkan Islam. Penyebaran Islam yang pesat di Burkina Faso, saat ini sekitar 60 persen penduduknya beragama Islam, juga dibantu oleh cara Prancis memerintah di negara tersebut.

Prancis menjadikan Burkina Faso sebagai daerah kolonialnya pada 1919. Berbeda dengan kebijakan Kerajaan Mossi, pemerintahan kolonial ini justru tidak alergi dengan Islam. Mereka justru membantu penyebaran Islam secara damai melalui perdagangan. Pihak kolonial menganggap umat Muslim, baik secara kultur maupun pendidikan, jauh lebih baik dari sebagian masyarakat Afrika yang belum memeluk agama Islam.

Baca: Jejak Islam di Negeri Ladang Emas

Kepercayaan pemerintahan kolonial itu diwujudkan dengan diberikannya posisi penting bagi Muslim. Pemeluk agama Islam di Burkina Faso dijadikan kepala dan sekertaris daerah bagi wilayah yang dihuni oleh penduduk yang sebagian besar non-Muslim. Sehingga, angka pemeluk agama Islam di negara itu meningkat signifikan.

Pada akhir abad XIX, angka Muslim hanya sekitar 30 ribu jiwa. Pada 1959, karena pengaruh pemerintahan kolonial, jumlahnya menjadi 800 ribu jiwa. Itu artinya, pada masa itu, sekitar 20 persen penduduk Burkina Faso sudah memeluk Islam.

Hal lain yang memengaruhi jumlah penduduk Muslim di Burkina Faso, menurut H Chmaza dari Universitas YARSI dalam tulisannya di Majalah Al-Hijrah, adalah adanya konflik horizontal di Pantai Gading pada 2002. Pihak oposisi dalam konflik tersebut, Allasane Dramane Ouattara, dianggap masih memiliki daerah Burkina Faso.

Sehingga, para pengikutnya yang mayoritas Muslim mengungsi ke Burkina Faso dan menetap di negara itu. Menurut Chmaza, beberapa tokoh Muslim memiliki peran penting dalam perkembangan negara Burkina Faso. Seperti Menteri Luar Negeri, Yousouf Ouedraogo, pengusaha terkenal EI-Hajj Oumarou Kanazae, Souleymane Kore, Mamadou Sawaidogu, dan Al-Haji Sakande.

Meskipun saat ini Burkina Faso menjadi negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, konstitusinya masih memberikan kebebasan beragama bagi warga negaranya. Pemerintah sama sekali tidak menoleransi kekerasan terhadap agama lain.

Burkina Faso juga tidak menjadi negara berdasarkan agama. Berdasarkan laporan Pemerintah Amerika Serikat tahun 2005, baik Islam, Kristen, ataupun agama tradisional di Burkina Faso bisa dengan bebas melakukan ibadah atau kegiatan keagamaan mereka yang lain tanpa ada campur tangan dari pemerintah.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement