Senin 11 Feb 2019 21:41 WIB

Menanti Kebangkitan Islam di Liuthania

Pergeseran tradisi menjadi tantangan syiar Islam di Liuthania

Etnis Tatar di Krimea
Foto: VOA
Etnis Tatar di Krimea

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Salah satu pakar Islam di Lituania, Egdanas Racius, pernah melakukan penelitian. Ia pernah mengunjungi beberapa rumah Muslim Tatar. Ia ingin mengetahui bagaimana Muslim Tatar di Lituania mempertahankan keimanan dan tradisi keagamaan mereka.

Namun, ia justru terkejut dengan jawaban sejumlah Muslim Tatar. Ia memulainya dengan menanyakan, “Apakah kamu membaca Alquran?” Beberapa menjawab, “Tidak ada waktu. Aku tak mengerti bahasanya.”

Ia mencoba dengan pertanyaan lain, “Apakah kamu beribadah (shalat)?” Namun, mereka kembali menjawab, “Tidak ada waktu.”

Tak berhenti di sana, Racius kembali bertanya, “Apakah kamu berpuasa?” Dan sebagian dari mereka menjawab, “Kau tahu, tidak umum untuk berpuasa.” Lalu ia bertanya-tanya, seperti apa sebenarnya kehidupan Muslim di Lituania?

Racius bahkan menemukan fakta, beberapa bangsa Tatar mulai mengonsumsi minuman beralkohol. Mereka juga makan daging babi. Inilah salah satu penyebab munculnya konflik antara umat Islam. “Mereka membaca Alquran, tapi kesimpulannya, bangsa Tatar tidak nyata sebagai Muslim,” kata Racius.

Ia menjelaskan, jika bangsa Tatar ingin terus memainkan peranan dalam komunitas Muslim Lituania, maka mereka harus mengubah kebiasaan. Mereka harus menjadi lebih disiplin. “Banyak Tatar muda yang kebanyakan menyerah selama bulan Ramadhan. Mereka merasa berbelit-belit,” ujarnya.

Imam Jakubauskas bisa memahami dengan baik mengapa fenomena pergeseran tradisi itu mengemuka. Selama ini, Bangsa Tatar berada di bawah tekanan komunisme, dan sekarang, Lituania telah menjadi negara anggota Uni Eropa, justru masalah lain muncul. 

Banyak anak muda yang memilih meninggalkan negara ini dan bekerja di luar negeri. Namun, di waktu yang sama, banyak imigran masuk ke negara yang beribu kota di Vilnius ini. Mereka banyak yang berasal dari Timur Tengah. Paling banyak berjenis kelamin laki-laki. Inilah yang membuat masjid-masjid mulai terisi lagi.

Seorang mahasiswa jurusan arsitektur yang berasal dari Lebanon, Aladin Lagha, berpendapat, Muslim Tatar bertingkah layaknya warga negara asli dari Lituania. Menurutnya, banyak di antara Muslim setempat yang justru selalu memikirkan, bagaimana untuk minum? 

Berpikir tentang apa yang harus di minum? Berpikir tentang apa yang harus dilakukan pada malam hari? Mereka tak pernah berpikir tentang akhir dari kehidupannya. Misalnya mengenai cara berpikir Muslim yang umum, tentang surga yang ingin didatangi setelah meninggal.

Sayangnya, pihak berwenang Lituania masih berpegang bahwa bangsa Tatar mewakili Muslim setempat. Suara protes datang dari para imigran yang menyatakan Muslim tak seperti yang bangsa Tatar lakukan.

Imam Jakubauskas berharap ada kebangkitan dari kalangan pemuda Muslim, baik dari bangsa Tatar maupun imigran Muslim. Tatar dan Muslim, mereka semua percaya pada Tuhan yang sama. “Nabi tak pernah menganjurkan kita, melupakan asal kita,” katanya menambahkan.

 

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement