Kamis 27 Sep 2018 17:14 WIB

Menjadi Muslim Korea

Muslim yang berdarah asli Korsel harus menyeimbangkan antara jati dirinya.

Muslim di Korea melangkah ke;uar dari salah satu masjid di Seoul.
Foto:

Seorang Muslim Korea Selatan lainnya, Ahmad Cho (48 tahun), menjadi Muslim pada 1990. Ia merupakan satu dari 40 Muslim Korsel yang pernah mendapat undangan berhaji pada 2000.

Ia menangis saat akhirnya bisa melihat langsung Ka'bah dengan matanya. Ahmad kini bekerja sebagai agen pemasaran sebuah perusa haan kosmetik halal asal Malaysia.

Sementara, Emir Kim (28 tahun) termasuk yang meyakini kuatnya hubungan Korsel dengan Turki. Ia mendapat informasi seputar Islam dari teman-temannya yang berasal dari Turki saat mereka berlibur bersama ke Cina pada 2010. Dari semula hanya tertarik di permukaan, Emir malah makin ingin tahu lebih dalam tentang Islam.

Hal yang pertama menarik perhatiannya adalah bagaimana Islam mengatur rutinitas hidup penganutnya. Kemudian, konsep kesetaraan dan persaudaraanlah yang Emir sangat kagumi dari Islam.

Korsel adalah negara Konfusianis kon servatif di mana banyak hal diatur berjenjang. Tata bahasa yang dipakai juga menyesuaikan kepada siapa seseorang bicara berdasarkan usia. Hierarki bahasa dan level familiaritas membuat sistem di masyarakat jadi rumit.

Bagi Emir, standar sosial semacam itu menghambat. Tanpa hierarki macam itu, Emir merasa hidupnya lebih bebas. Karena itu, Emir lebih nyaman saat bersama saudara-saudaranya sesama Muslim karena tak ada urusan soal usia, latar budaya, atau hal lain.

Pada Mei 1975, Mustafa Lee Dong Cho sempat bekerja di Arab Saudi. Ia termasuk dalam gelombang pekerja Korea Selatan yang dikirim untuk mengerjakan proyek pembangunan Arab Saudi pada 1970-an.

Di sana, ia kemudian mengenal Islam dan menjadi Muslim. Sepulang dari Saudi pada 1981, ia resmi mengganti nama menjadi Mustafa.

Cerita berbeda dipunyai Umar (Daesik) Choi. Setelah menempuh pendidikan studi Arab dan Islam di Arab Saudi, Umar berusaha mem bangun kesadaran masyarakat Korsel terhadap Islam. Bisa dibilang, Umar adalah generasi baru Muslim Korea Selatan yang muda dan melek teknologi.

Bersama Organisasi Pariwisata Seoul, Umar mempromosikan wisata halal dan restoran ramah Muslim melalui kanal Youtube dengan prog ram yang diberi judul From Kebab to Kebab.

Generasi muda Muslim Korsel lainnya ada lah Ola Bora Song yang menjadi Muslimah pada 2007 lalu, saat terjadi penyanderaan sejumlah warga Korsel di Afghanistan. Ia harus melalui masa sulit dengan segala umpatan dan ejekan atas keislamannya. Bagi warga Korsel, wisatawan Muslim bisa diterima, tapi tidak Muslim berdarah asli Korea Selatan.

Ola kini berkeja di Masjid Sentral Seoul. Ia mengajarkan dan mengenalkan Islam kepada warga Korsel yang ingin mengetahui tentang Islam. Di sanalah Ola mencoba menjawab se gala informasi miring dan kesalahpahaman seputar Islam.

Ola berharap, apa yang ia sam paikan dapat membantu meluruskan pandangan tentang Islam bahwa Islam adalah agama kedamaian dan penuh penghormatan.

Usaha Ola tersebut tampaknya menunjuk kan hasil. Mereka yang sebelumnya tidak tahu dan salah mengerti tentang Islam biasanya akan menghampiri Ola dan menyampaikan permintaan maaf.

Sekitar 1.000-2.000 orang datang ke kelas yang diampu Ola. Dari jumlah itu, hanya 10 persen yang ingin mendalami Islam dan berniat mengucapkan syahadat. Dengan sebanyak 140 ribu orang pengikutnya di Instagram, Ola jadi inspirasi Muslim dan Muslimah Asia.

Di Seoul di mana tampilan merupakan bagian penting yang terintegrasi di masyarakat, Ola ingin kerudung yang ia kenakan menjadi per nyataan atas identitas ganda yang disan dang nya, seorang Muslim sekaligus warga Korsel.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement