Kamis 19 Jul 2018 19:23 WIB

Cara Jepang Merangkul Wisatawan Muslim

Diperkirakan hanya sekitar 100 ribu penduduk yang memeluk Islam.

Salah satu restoran halal di Jepang
Foto: Dailyjapan
Salah satu restoran halal di Jepang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jepang sedang bergeliat untuk menata pariwisata halal. Mushala dibangun, jilbab dari sutra lokal Jepang mulai diproduksi, daging bersertifikat halal mulai merambah. Meski masih tahap awal, usaha Jepang untuk mulai mengakrabkan diri dengan wisata halal adalah sebuah titik terang.

Masyarakat Jepang adalah masyarakat homogen. Diperkirakan hanya sekitar 100 ribu penduduk yang memeluk Islam. Namun, Jepang tak menutup mata dari turis Muslim yang angkanya semakin bertambah dari tahun ke tahun mengunjungi Negeri Sakura itu.

"Wisatawan Muslim masih tidak nyaman di sini," kata Datuk Ibrahim Ahmad Badawi, pimpinan perusahaan makanan Malaysia, Brahim, kepada AFP. Badawi menyampaikan pandangannya dalam sebuah seminar tentang pariwisata halal di Tokyo. Namun, dengan digelarnya seminar tersebut di 20 titik di Jepang, "Pemerintah Jepang telah menyadari hal ini," papar Badawi.

Kesadaran ini mulai terlihat seperti dilakukan The Osaka Chamber of Commerce yang membagikan 5.000 selebaran panduan makanan di Jepang. Isinya tentang makanan apa saja yang mengandung babi, alkohol, dan tidak boleh dimakan.

Masuknya Ramadhan tahun ini juga dimaksimalkan Jepang untuk gencar mempromosikan wisata halal, terutama ke negara-negara Muslim di Asia Tenggara. Malaysia, Indonesia, dan Thailand kini dapat menikmati bebas visa ke Jepang.

Menurut Tourist Office Jepang, jumlah warga Indonesia yang mengunjungi Jepang pada 2013 naik 37 persen pada tahun sebelumnya. Jumlah pelancong asal Malaysia juga meningkat 21 persen.

Lebih jauh lagi, Jepang mulai menyiapkan diri sebagai tuan rumah Olimpiade Tokyo 2020.  "Dapatkah Anda bayangkan berapa atlet Muslim yang datang?" kata Badawi.

Meskipun tergolong lambat, Jepang pantas diapresiasi dalam usahanya untuk serius menyiapkan pariwisata halal. Beberapa bandara, seperti Bandar Udara Internasional Kansai, mushala untuk shalat telah dibangun. Jilbab dari bahan sutra asli Jepang juga mulai dijajakan sebagai suvenir di bandara.

Bagi mahasiswa Muslim yang belajar di Jepang, kini juga dimanjakan. Sembilan belas universitas di Jepang telah menawarkan menu halal di kafetaria mereka.

Makanan khas Jepang pun kini bersertifikat halal. Uniknya, beberapa restoran halal justru dijalankan oleh non-Muslim. Seperti, sebuah restoran yakiniku yang dijalankan seorang Katolik, Roger Bernanr Diaz. Diaz berujar dia bahkan harus mencari bahan-bahan langsung dari Asia Tenggara hingga Arab. "Masih sulit menemukan bahan halal," paparnya.

Meski menjual makanan halal, restoran-restoran di Jepang juga masih menjual makanan nonhalal. Untuk mempertahankan bisnis, restoran masih menjual alkohol dan menu lain kepada pelanggan.

Dalam rangka upaya sertifikasi halal, pemerintah telah membentuk Asosiasi Halal Jepang pada 2010. Ketua Asosiasi Halal Jepang Hind Hitomi Remon mengatakan, lembaga adalah bagian dari World Halal Council.

Sejak 2101, Asosiasi Halal telah menerbitkan sertifikat kepada 40 perusahaan. "Jumlah itu akan meningkat tahun ini," papar Hitomi. Produk-produk asli Jepang yang sudah bersertifikat halal juga siap diekspor. Kecap khas Jepang dan beras yang diproduksi di Prefektur Akita siap memanjakan warga Muslim di berbagai belahan dunia untuk menikmati makanan ala Jepang.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement