Senin 20 Oct 2014 14:00 WIB

Bully Anak SD dan Negeri Tanpa Bapak

Ustaz Erick Yusuf.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang/ca
Ustaz Erick Yusuf.

Oleh: Ustaz Erick Yusuf*

Bismillahirrahmanirrahim,

“Indonesia termasuk ‘fatherless country’ (negeri tanpa bapak),” ujar Bunda Elly Risman dengan lantang.

Perbincangan mengenai masalah bangsa, generasi muda, kenakalan remaja yang sudah bergeser menjadi kejahatan remaja, belum lagi kasus yang sedang mencuat yaitu perilaku bully anak-anak SD, sampai pada bahasan begitu permisifnya media yang berdampak pada permisifnya keluarga pada kecenderungan perilaku seks dan kekerasan remaja.

Yang akhir-akhir ini bahkan sudah menyentuh pada perilaku seks dan kekerasan anak-anak usia Sekolah Dasar. Astaghfirullah, Na’udzubillah… ini sangat menguras emosi. Merinding, sedih, kesal bercampur aduk perasaan saya mendengar paparan Bunda Elly yang berdasarkan data-data dari tim beliau yang tersebar di berbagai kota.

Tatapan miris Prof Ridwan Hasan, Ustaz Bobby Herbinowo, Kang Yan Harlan, Kang Abdul Latif, bahkan DR Mukhlis sambil menelan ludah berucap, “Wah bagaimana dengan anak saya.”

Ya, bagaimana dengan anak-anak kita? Betapa lingkungan kali ini sudah menjelma menjadi musuh bermuka dua bagi pertumbuhan anak-anak itu sendiri. Pak Kiai Prof Didin Hafidhuddin tertunduk menyimak, lalu beliau mengingatkan bahwa sebaiknya anak tidak dibiarkan menjadi hanya anak biologis, tapi juga anak ideologis, anak spiritualis dan religius.

Silaturahim kali ini agak kontras memang karena pagi hari yang cerah di Menara 165 dan secangkir teh hangat yang terhidang tidak dapat mengimbangi beratnya isu yang dipaparkan. Hadir para asatiz seperti Ustaz Salaffudin, Ustaz Jabal, Pak Hasanudin, Pak Zaim Uchrowi, Mbak Astri, Kang Ahmad Fatoni, bahkan Syekh Ahmad al-Misry pun turut hadir, dan juga sahabat-sahabat lainnya.

Fatherless country ini menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Menurut data Google (tentu perlu ditindaklanjuti), Indonesia didapuk menjadi negara peringkat ketiga setelah Amerika. Indonesia kira-kira 65 menit waktu efektif ayah berjumpa dengan anak, ini berdasarkan perhitungan di kota-kota besar. Sedangkan Amerika 17 menit waktu efektif ayah bertemu anak.

Faktor inilah menjadi salah satu penyumbang permasalahan anak dan remaja. Memang sudah sepatutnya kita para ayah tidak hanya “menitipkan” anak pada ibunya saja (walaupun ibu sebagai universitas kehidupan tapi ayahlah rektornya), atau hanya cukup mempercayakan pada lembaga pendidikan sekolah dan sebagainya.

Teringat surah Luqman: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS 31:13).

Kata-kata ya'idzhuhu terambil dari kata wa'zh yaitu nasihat yang menyangkut berbagai kebaikan dengan cara menyentuh hati. Karenanya kita orang tua mestilah menyampaikan nasihat dan pesan pada anak kita dengan cara yang lembut dan menyentuh hati. Ini bisa menyangkut cara atau waktu yang tepat atau yang biasa disebut “golden moment”.

Bagi ayah yang sibuk mungkin bisa memanfaatkan waktu Subuh (dengan shalat berjamaah, menyampaikan pesan atau sekedar mengobrol) atau pagi hari dengan sarapan bersama sebelum berangkat kerja, menjelang tidur, di waktu libur, atau di waktu berharga versi anak seperti acara pentas sekolah, pembagian rapor, dan sebagainya.


Ayah harus pandai memanfaatkan “golden moment”, mesti fathanah atau cerdik dalam menggunakan waktu yang sempit untuk dapat memotivasi anak agar selalu bersemangat dan berpikir positif. Karena saat ayah bicara, biasanya cenderung lebih menguatkan nilai moralitas yang baik dan menghapus yang buruk.

Subhanallah wal hamdulillah, banyak berkah dari pertemuan pagi tadi, banyak PR yang mesti dilakukan, dan banyak prospek ladang amal yang bisa disebar. Ya Rabb, ampuni ketidakmampuanku. Ya Rabb, berilah kekuatan padaku, pada kami semua, agar dapat menjadikan ini sebagai kendaraan kami menuju surga-Mu. Amin.

Tidaklah lebih baik dari yang berbicara ataupun yang mendengarkan, karena yang lebih baik di sisi Allah adalah yang mengamalkannya.

*Pimpinan lembaga dakwah iHAQi, penulis buku 99 Celoteh Kang Erick Yusuf. Twitter @erickyusuf–www.ihaqishop.com

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement