Selasa 31 Jan 2023 20:54 WIB

MK Tolak Gugatan UU Perkawinan, MUI: Alhasil Nikah Beda Agama Melawan Hukum

MUI menegaskan pernikahan beda agama adalah bertentangan dengan hukum Indonesia

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof KH Asrorun Niam Sholeh, menegaskan  pernikahan beda agama adalah bertentangan dengan hukum Indonesia
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof KH Asrorun Niam Sholeh, menegaskan pernikahan beda agama adalah bertentangan dengan hukum Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Majelis Ulama Indonesia merespons putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan. Penolakan tersebut tertuang dalam amar putusan perkara Nomor 24/PUU-XX/2022. 

Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Niam Sholeh, menyatakan  putusan MK tersebut menguatkan bahwa perkawinan beda agama itu tertolak dalam sistem hukum Indonesia. Dia menegaskan  penolakan uji materi oleh MK menegaskan secara konstitusional terhadap penolakan  perkawinan beda agama. 

Baca Juga

Terkait dengan konsekuensi amar itu, Kiai Niam berpendapat upaya legalisasi perkawinan agama adalah bertentangan dengan hukum. Dengan demikian, pihak yang menganjurkan, mempraktikkan, terlebih memfasilitasi, adalah tindakan melawan hukum.  

“Jadi sudah final, setop perkawinan beda agama,” kata dia saat berbincang dengan MUIDigital di Jakarta, Selasa (31/1/2023).  

Disinggung soal kepastian hukum menikah beda agama menurut Islam, Kiai Niam menegaskan ketentuan agama sudah jelas mengatur larangan tersebut. Hal ini karena peristiwa pernikahan itu bukan sekedar hubungan kontrak sosial semata, tetapi berdimensi ibadah, dan terikat oleh aturan agama.  

“Pernikahan adalah peristiwa yang sakral, untuk tujuan membangun keluarga yang harmonis. Masa dimulai dengan mengakali hukum,” kata dia. 

Kiai Niam menegaskan Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan mengonfirmasi itu dan mengatur bahwa keabsahan perkawinan itu tergantung pada aturan agama masing-masing.  

Lebih lanjut, Kiai Niam mengingatkan dengan diterbitkannya amar ini kampanye terhadap perkawinan beda agama bisa dimaknai melanggar konstitusi.   

Sebelumnya, Majelis Hakim MK menolak gugatan Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan yang diajukan E Ramos Petege, usai gagal meresmikan jalinan asmaranya dengan gadis pujaannya karena perbedaan agama.

Diketahui, pemohon E. Ramos Petege merupakan seorang pemeluk Katolik, sementara perempuan yang ingin dinikahinya beragama Islam.

Baca juga: Putuskan Bersyahadat, Mualaf JJC Skillz Artis Inggris: Islam Memberi Saya Kedamaian

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Prof Anwar Usman saat membacakan amar putusan perkara Nomor 24/PUU-XX/2022 di Jakarta, Selasa (31/1/2023).

Hakim MK Prof Enny Nurbaningsih mengatakan bahwa hak asasi manusia merupakan hak yang diakui Indonesia yang kemudian tertuang dalam UUD 1945 sebagai hak konstitusionalitas warga negara.

Meskipun demikian, hak asasi manusia berlaku di Indonesia haruslah sejalan dengan falsafah ideologi Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila sebagai identitas bangsa.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan berkaitan dengan perkawinan beda agama bisa memberikan kepastian.

"Jadi, yang selama ini di dalam ruang abu-abu, grey area, yang menjadi polemik, menjadi perdebatan, kalau sudah diputuskan MK menjadi terang benderang," kata Muhadjir.  

 

Sumber: MUI

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement