Kamis 15 Dec 2022 18:28 WIB

Pengamat: Belum Ada Kebijakan Substantif Soal Industri Halal Indonesia

Pemerintah perlu fokus terkait sektor dalam industri halal yang ingin dikuasai.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Pengunjung melihat salah satu stan saat Festival Halal Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (14/12/2022). BPJPH menggelar Festival Halal Indonesia untuk  mendukung dan berperan serta aktif dalam menumbuhkan ekosistem halal di Indonesia dalam rangka memperingati HUT ke-5 BPJPH. Pengamat: Belum Ada Kebijakan Substantif Soal Industri Halal Indonesia
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengunjung melihat salah satu stan saat Festival Halal Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (14/12/2022). BPJPH menggelar Festival Halal Indonesia untuk mendukung dan berperan serta aktif dalam menumbuhkan ekosistem halal di Indonesia dalam rangka memperingati HUT ke-5 BPJPH. Pengamat: Belum Ada Kebijakan Substantif Soal Industri Halal Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menyampaikan optimisme pejabat pemerintah soal industri halal Indonesia belum ditunjukkan melalui kebijakan yang substantif. Dia mengakui, pemerintah cukup agresif menghadirkan produk-produk bersertifikat halal.

Hanya saja, Yusuf mengatakan, industri halal tidak sekadar sertifikasi. "Kalau hanya sertifikasi, negara lain sudah lebih maju dibandingkan kita. Jadi salah besar jika dengan sertifikasi kita sudah menjadi pemain utama dalam industri halal. Kebijakan yang substantifnya belum kelihatan," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (15/12/2022).

Baca Juga

Yusuf menjelaskan, sertifikasi halal memang menjadi salah satu bagian penting untuk menjadi pemain industri halal dunia, tetapi ini bukan satu-satunya. Dia mengatakan, ekosistem halal itu luas sehingga keliru jika menganggap industri halal hanya soal sertifikasi.

"Terlalu simpel kita menganggap kita akan menjadi pemain besar dunia dengan sekadar mendorong seluruh pemain termasuk UMKM. Ekosistem halal itu dari hulu sampai hilir dan menyangkut daya saing industri secara keseluruhan. Melibatkan SDM, pembiayaan, infrastruktur. Luas," ungkap Yusuf.

 

Dia mencontohkan, ketika ingin industri pangan halal Indonesia menjadi pemain global, maka yang harus dibenahi juga adalah sektor pertaniannya. "Kalau sektor pertanian kita lemah daya saingnya, ya sulit berharap. Jadi tidak sekadar sudah dapat (sertifikat) halal kemudian kita akan laris di pasar dunia. Kalau hanya ini yang kita jadikan basis untuk mengklaim 2024 akan menjadi pemain besar industri halal di dunia ya menurut saya keliru," ujarnya.

Apalagi, tidak cukup bila pemerintah hanya mengandalkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) karena lembaga tersebut hanya bagian kecil dari ekosistem halal. "BPJPH harus menjadi bagian integral dari strategi nasional yang melibatkan kementerian teknis terkait dan fokus pada industri mana yang mau dipilih," kata dia.

Yusuf melihat pemerintah tidak fokus dan tidak memiliki kejelasan terkait sektor dalam industri halal yang ingin dikuasai. "Bercita-cita itu bagus tetapi harus jelas mau jadi pemain industri halal yang mana. Industri halal kan banyak. Makanan halal, minuman halal, farmasi halal, wisata halal, fashion halal, keuangan perbankan syariah, atau yang mana," ujarnya.

Karena itu, menurut Yusuf, seharusnya pemerintah memperjelas sektor apa yang dikuasai dalam industri halal. Dia menyarankan kepada pemerintah untuk fokus dan tidak berkeinginan menguasai seluruh market industri halal. Sebab dia berpendapat, tidak mungkin Indonesia bisa menguasai seluruh pasar tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement