Selasa 12 Jul 2022 23:39 WIB

Majelis Masyayikh Pesantren: Wujudkan Mekanisme Cegah Kekerasan Seksual  

Majelis Masyayikh Pesantren meminta tingkatkan kewaspadaan sikapi kekerasan seksual

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia, KH Abdul Ghaffar Rozin, meminta pesantren wujudkan mekanisme cegahkan kekerasan seksual.
Foto: dok. RMINU
Ketua Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia, KH Abdul Ghaffar Rozin, meminta pesantren wujudkan mekanisme cegahkan kekerasan seksual.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Ketua Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia, KH Abdul Ghaffar Rozin, meminta kepada pesantren untuk meningkatkan kewaspadaan dan meningkatkan kualitas akhlak dan moral. 

Hal ini disampaikannya untuk merespons perkara kekerasan seksual di pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur.

Baca Juga

"Kami meminta kepada pesantren untuk menciptakan mekanisme pencegahan kekerasan seksual agar kejadian serupa tidak terulang kembali," kata Kiai Rozin kepada Republika.co.id, Senin (11/7/2022). 

Mengenai Pesantren Shiddiqiyyah, Kiai Rozin, mengatakan mungkin lebih tepat diperlukan pembekuan sementara terhadap pesantren itu. Kemudian memberikan kesempatan otoritas untuk memulihkan kondisi pesantren sehingga kondusif kembali. 

Menurutnya, pencabutan izin operasional pesantren secara permanen akan menjadi preseden buruk terhadap pesantren.

Kiai Rozin menambahkan, kekerasan seksual pada prinsipnya dapat terjadi di mana saja, di ruang publik dan domestik, dan di lembaga manapun. 

Sejauh yang diketahui kasus serupa juga meningkat di lembaga pendidikan selain pesantren.

"Setiap peristiwa kekerasan seksual tentu tidak bisa dibaca sebagai tindakan institusional, tetapi merupakan tindakan personal. Karena itu, yang perlu ditindak adalah pelakunya. Institusinya tetap diselamatkan," ujar Kiai Rozin.

Dia menegaskan, jika satu peristiwa asusila menyebabkan penghukuman terhadap institusi, maka akan ada banyak institusi yang akan mendapatkan hukuman.

Kejaksaan telah melimpahkan perkara pencabulan di pesantren Shiddiqiyyah Jombang dengan tersangka MSA (49 tahun) atau Mas Bechi ke Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur. 

Pengadilan pun sudah menetapkan majelis hakim untuk menangani perkara tersebut, meskipun jadwal sidang belum ditentukan.Kejaksaan setidaknya menyiapkan sebelas orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadapi Mas Bechi. 

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Fathur Rahman mengatakan, perkara Mas Bechi sudah dilimpahkan ke PN Surabaya pada Jumat, 8 Juli 2022.    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement