Rabu 23 May 2018 18:58 WIB

BAZNAS Lakukan Kajian Had Kifayah untuk Zakat

Indonesia belum pernah memiliki nilai had kifayah yang terukur jelas dan objektif.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Pusat Kajian Strategis BAZNAS Irfan Syauqi Beik
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Direktur Pusat Kajian Strategis BAZNAS Irfan Syauqi Beik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) mengadakan kajian mengenai had kifayah. Had Kifayah yakni batas kecukupan atau standar dasar kebutuhan seseorang atau keluarga ditambah dengan kecukupan tanggungan yang ada sebagai upaya menetapkan kelayakan penerima zakat (mustahik) fakir dan miskin sesuai kondisi wilayah dan sosio-ekonomi setempat.

Menurut Direktur Pusat Kajian Strategis BAZNAS, Irfan Syauqi Beik, diskusi mengenai ini telah lama dilakukan para ulama dan pakar dalam berbagai literatur yang beragam. Namun hingga kini, Indonesia belum pernah memiliki nilai had kifayah yang terukur dengan jelas dan objektif. "Karena itu, kajian had kifayah yang dilakukan Puskas BAZNAS dapat dijadikan acuan dalam penyaluran zakat di Indonesia," ujar Irfan Syauqi Beik, dalam diskusi publik di Jakarta, Rabu (23/5).

Penilaian yang dilakukan untuk menentukan batas kecukupan had kifayah, jelas Irfan, meliputi tujuh dimensi. Antara lain makanan, pakaian, tempat tinggal dan fasilitas rumah tangga, ibadah, pendidikan, kesehatan dan transportasi.

Ketujuh dimensi ini didasarkan pada analisis kebutuhan hidup layak dalam perspektif maqasid syariah. "Nilai had kifayah ditentukan per keluarga, dengan asumsi rata-rata setiap keluarga terdiri atas empat orang yakni suami, istri, satu anak usia sekolah dasar (SD), dan satu anak usia sekolah menengah pertama (SMP)," jelas Irfan.

Asumsi jumlah rata-rata anggota keluarga ini, berdasarkan survei yang telah dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan penentuan tingkat pendidikan mengacu pada peraturan wajib belajar yang telah ditetapkan pemerintah.

Irfan juga mengatakan, di negeri jiran, Lembaga Zakat Selangor (LZS) Malaysia telah lama menggunakan standar had kifayah ini sebagai dasar penyaluran zakat di wilayah setempat. Meski demikian, terdapat perbedaan metode penghitungan antara had kifayah di kedua institusi tersebut.

LZS menghitung had kifayah berdasarkan jumlah pengeluaran setiap keluarga. "Sedangkan metode yang digunakan Puskas BAZNAS adalah dengan memperhitungkan biaya dasar yang dibutuhkan sebuah keluarga untuk bertahan hidup," ujar Irfan.

Hasil penghitungan had kifayah menunjukkan bahwa rata-rata had kifayah di Indonesia mencapai Rp 3.011.142,00 per keluarga per bulan. Sedangkan had kifayah per orangan mencapai angka Rp 772.088,00 per kapita per bulan.

Berdasarkan kajian had kifayah ini, rekomendasi penyaluran zakat dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Artinya, bantuan zakat yang bersifat karitatif dan kedaruratan (pendistribusian) diberikan kepada mustahik fakir dan miskin yang dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Mereka ini yang berpenghasilan lebih kecil dari had kifayah (kurang dari Rp 3.011.142,00 per keluarga/bulan).

Kedua, mustahik yang memiliki penghasilan sama atau melebihi angka had kifayah namun masih di bawah nishab zakat (yaitu antara Rp 3.011.142,00 hingga Rp 4.160.000,00 per keluarga/bulan). Mereka ini difokuskan kepada kegiatan yang bersifat produktif (pendayagunaan), seperti program kewirausahaan dan pemberdayaan masyarakat.

Sementara itu, anggota BAZNAS Nana Mintarti menjelaskan, rekomendasi penetapan mustahik untuk program pendistribusian dan pendayagunaan berbasis nilai had kifayah ini, masih bersifat terbuka. Semuanya tergantung dari tempat dan kondisi mustahik berada.

"Dalam menentukan setiap kategori, baik mustahik dalam area pendistribusian maupun pendayagunaan, juga diperlukan penilaian lebih jauh dan komprehensif, dengan memperhatikan instrumen-instrumen lain seperti Indeks Zakat Nasional (IZN) dan Indeks Desa Zakat (IDZ) yang telah ditetapkan BAZNAS," kata Nana.

Nana mengapresiasi kajian Puskas BAZNAS sebagai bagian dari terobosan dan inovasi kebijakan BAZNAS. Sekaligus menunjukkan semakin pentingnya research-based policy dalam pembangunan zakat nasional saat ini. "Semoga masyarakat menjadi semakin teryakinkan pada komitmen BAZNAS untuk senantiasa meningkatkan kualitas pengelolaan zakat di Tanah Air," kata Nana. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement