Kamis 10 May 2018 22:00 WIB

Forum Wakaf Nasional Rekomendasikan Pembentukan Nazhir

Ada sebelas orang nazhir secara sukarela bersedia menjadi formatur.

Tradisi wakaf (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Tradisi wakaf (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- National Waqf Forum atau Forum Wakaf Nasional yang diselenggarakan Badan Wakaf Indonesia (BWI) di Aula Prof Abdullah Siddiq, Universitas Ibn Khaldun, Bogor, pada Rabu siang (9/5/2018) merekomendasikan pembentukan asosiasi nazhir. BWI selaku pembina dan pengawas nazhir memfasilitasinya.

“Asosiasi ini pada prinsipnya dari nazhir, oleh nazhir, dan untuk nazhir. BWI memfasilitasinya demi memajukan perwakafan nasional,” jelas Hendri Tanjung, Ketua Divisi Pembinaan Nazhir, Badan Wakaf Indonesia dalam keterangan persnya, Kamis (10/5).

Ada sebelas orang nazhir secara sukarela bersedia menjadi formatur untuk melaksanakan pembentukannya. Mereka adalah Bobby Manulang (Dompet Dhuafa), Radius Usman (Kopsyah BMI), Munashir (KSPPS al-Muawanah), Zainal Hasikin (Dewan Dakwah), Ihsan (Baitulmal Tazkia), Rudi Mulyono (Yayasan Yatim Mandiri), Yusep Iskandar (Baitul Mal Muamalat), Fahrudin (Daarut Tauhiid), UKI AW (Yayasan Darussalam), Agus Suwanto (BMT Best), dan Sukendar (Bazma Pertamina).

Asosiasi nazhir ini, menurut Hendri, akan menjadi sarana bagi para nazhir untuk saling menguatkan satu sama lain, meningkatkan kompetensi dalam pengelolaan harta wakaf, menyuarakan kepentingan nazhir dan wakaf, dan memperkuat posisi nazhir sebagai suatu profesi yang layak diakui dan diapresiasi sebagaimana profesi-profesi yang lain.

Selain itu, jelas Hendri, asosiasi nazhir akan merumuskan standar kompetensi yang jelas dan terukur yang harus dimiliki oleh seorang nazhir. Rumusan standar kompetensi yang disusun asosiasi nazhir akan diusulkan BWI kepada Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan Kementerian Tenaga Kerja untuk disahkan dan ditetapkan menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Nazhir.

Dengan adanya SKKNI Nazhir, kata Hendri, profesi nazhir menjadi setara dengan profesi lainnya, seperti dokter dan advokat. “Jadi, nazhir tidak lagi profesi asal-asalan dan sembarangan, tetapi mempunyai keahlian yang jelas,” terang Hendri.

Hendri optimis, melalui tangan para nazhir yang profesional dan memiliki standar kompetensi yang jelas inilah wakaf bisa dikelola dengan maksimal dan menghasilkan manfaat maksimal untuk disalurkan kepada masyarakat. Karena selama ini, kata Hendri, salah satu penghambat kemajuan wakaf adalah nazhir yang tidak profesional.

Ketua Panitia Hendri Tanjung, acara yang bertema “Konsolidasi Kebangkitan Wakaf Nasional” ini dihadiri sebanyak 132 nazhir dan stakeholder wakaf. Mereka adalah nazhir-nazhir yang sudah terdaftar pada BWI, seperti Yayasan Dompet Dhuafa Republika, Lembaga Wakaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama, Yayasan Daarut Tauhiid Bandung, Yayasan Tazakka Batang, dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Beringharjo Yogyakarta.

Selain para nazhir, forum wakaf nasional ini juga dihadiri perwakilan Kementerian Agama sebagai mitra BWI dalam pembinaan nazhir, bank BNI Syariah selaku lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang (LKS-PWU), Kementerian Koperasi dan UKM selaku mitra BWI dalam menyeleksi koperasi untuk menjadi nazhir wakaf uang, dan akademisi asal Turki Kamola Bayrom.

Dia mengatakan, kegiatan ini bertujuan menjalin silaturahim antara para nazhir dan BWI, memfasilitasi pembentukan asosiasi nazhir, dan mensosialisasikan rencana sertifikasi nazhir. Forum ini rencananya menjadi agenda tahunan yang bertujuan umum menjalin silaturahim dan menyerap aspirasi para nazhir. "Adapun tujuan khususnya tiap tahun bisa berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan saat itu" kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement