Kamis 26 Apr 2018 18:16 WIB

Ini Kesimpuan Konferensi Filantropi Islam Asteng

Hasil konferensi ini menambah khazanah literatur mengenai filantropi Islam.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Direktur Institut Manajemen Zakat (IMZ), Kushardanta Susilabudi.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Direktur Institut Manajemen Zakat (IMZ), Kushardanta Susilabudi.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- The 6th Southeast Asia International Islamic Philantropy Conference selesai diselenggarakan di DI Yogyakarta. Tiga kesimpulan utama berhasil dirumuskan dari pertemuan tiga hari yang mempertemukan pemikir dan pelaksana filantropi Islam tersebut.

 

Ketiga kesimpulan itu adalah sebagai berikut:

1. Penting bahwa institusi zakat dan wakaf diintegrasikan ke dalam ekonomi arus utama.

2. Demi mencapai integrasi ini diperlukan organisasi untuk menjadi efisien dan efektif.

3. Dibutuhkan pula dukungan kuat dari semua pemangku kepentingan terutama para pembayar zakat, donatur, penerima manfaat, pegawai-pegawai dan sektor pemerintah.

 

Kesimpulan seirama tema besar Keunggulan Umat Melalui Pengintegrasian Filantropi Islam dan Keuangan Sosial Islam dalam Arus Utama Ekonomi yang diusung. Kesimpulan dibacakan Direktur Institut Manajemen Zakat (IMZ), Kushardanta Susilabudi.

 

"Hasil konferensi dibukukan dalam bentuk prosiding ini tentunya menambah khazanah literatur yang membahas mengenai filantropi Islam," kata Kushardanta, Kamis (26/4).

 

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari gelaran-gelaran yang telah berlangsung sejak 2013. Konferensi Filantropi Islam Asia Tenggara telah digelar pada 2013 dan 2014 di Jakarta, 2015 dan 2016 di Bandung dan 2017 di Malaka.

 

Kali ini, Universitas Islam Indonesia (UII) yang berinisiatif menjadi tuan rumah gelaran Konferensi Filantropi Islam Asia Tenggara ke-6 untuk digelar di DI Yogyakarta. Menggandeng berbagai elemen, gelaran menunjukkan padunya lembaga-lembaga filantropi di Indonesia.

 

Sejumlah diskusi panel terlaksana selama konferensi berlangsung. Pembicaranya berasal dari beragam latar belakang mulai pemerintah, lembaga-lembaga filantropi Islam di Indonesia sampai akademisi-akademisi perguruan tinggi Indonesai dan Malaysia.

 

Ada Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Muhammad Fuad Nassar, Abd Halim Mohd Noor dari CIPSF UiTM Malaysia dan Anggota Badan Pelaksana Bidang Sumber Daya Manusia dan Kemaslahatan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Rahmat Hidayat. Kemudian, hadir Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo, Direktur Utama Dompet Dhuafa Filantropi Imam Rulyawan, serta Direktur Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Agus Widarjono.

 

Diskusi panel pertama itu mengingatkan, peran besar yang dimiliki pemangku kebijakan untuk meningkatkan filantropi Islam. Ada pula pemahaman tentang potensi-potensi yang sebenarnya bisa dimanfaatkan dari pelaksanaan ibadah haji yang peminatnya begitu tinggi di Indonesia.

 

"Gerakan filantropi bagai aliran air jernih yang mengalir dari berbagai anak sungai, semua menuju dan menyatu ke satu samudera, tanggung jawab bersama memajukan dunia filantropi di Indonesia," ujar Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag, Muhammad Fuad Nassar.

 

Diskusi panel kedua mendengungkan lagi semangat wakaf uang yang dirasa memiliki potensi yang begitu besar di Indonesia. Selain itu, diskusi menekankan pentingnya lembaga-lembaga filantropi Islam meningkatkan profesionalitas melalui audit-audit akuntan publik.

 

"Setelah mendapat audit dari akuntan publik, barulah kita dapat dilakukan pendekatan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) demi meningkatkan profesionalitas lembaga-lembaga filantropi itu sendiri," kata Ketua Baznas, Bambang Sudibyo.

 

Chairman The 6th Southeast Asia International Islamic Philantropy Conference, Achmad Tohirin menuturkan, isu-isu yang dibahas selama tiga hari cukup luas cakupannya. Mulai lingkup filantropi Islam sampai bidang-bidang terkaitnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement