Senin 09 Apr 2018 16:32 WIB

Menanti Peran Masyarakat di Bumi Al Aqsa

Masyarakat dapat menyumbang apapun bagi warga Palestina

(Ki-ka) Presiden ACT. Ahyudin. Shofwan al bana, pengamat timur tengah dari Universitas Indonesia. Fadli, vokalis grup musik Padi yang peduli terhadap Palestina.
Foto: dok. ACT
(Ki-ka) Presiden ACT. Ahyudin. Shofwan al bana, pengamat timur tengah dari Universitas Indonesia. Fadli, vokalis grup musik Padi yang peduli terhadap Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kampanye kemanusiaan bagi rakyat Palestina harus terus digulirkan. Pasalnya masih banyak anggota masyarakat di tanah air yang belum memahami tentang situasi Palestina, terutama dari perspektif politik dan kemanusiaan.

Menurut Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin, saat ini warga Palestina sangat ebutuhkan bantuan apapun. Baik sandang, pangan, medis, makanan hingga upaya percepatan kemerdekaan Palestina sebagai negara yang berdaulat penuh. "Masyarakat dapat menyumbang apapun bagi warga Palestina dan kami akan terus mengintensifkan bantuan," katanya disela diskusi bersama menjaga Bumi Al Aqsa, Senin (9/4). 

Menurutnya sebagai negara muslim terbesar, masih banyak yang bisa dilakukan Indonesia untuk membantu warga Palestina. Bantuan ribuan ton beras ke Gaza dan sekitarnya, dinilai baru sebagian karena banyak yang mereka butuhkan. Jelang Ramadhan, pihaknya telah menyalurkan 2 ribu ton beras ke Gaza.

Diharapkan beras tersebut dapat dinikmati 80 ribu warga Gaza apabila setiap kantongnya berisi 25 kolgram beras. "Bantuan ke Gaza akan melalui dua LSM lokal yang dibantu relawan ACT yang berada di Gaza," kata Ahyudin. 

Saat ini Israel yang menguasai sebagian besar wilayah Palestina tengah mengalami kesulitan diplomatik. Sejumlah negara barat dan Asia yang sebelumnya menjadi pendukung setia mereka kini memilih berseberangan.

Apa yang dilakukan Hamaz dan kelompok bersenjata lain merupakan reaksi atas kekejian yang dilakukan Israel atas warga dan wilayah Palestina yang mereka jajah. "Israel menegakkan negara diatas teror dan kekejian," katanya Shofwan al Bana, pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia. 

Pengakuan Jerusalem sebagai ibukota Israel oleh Amerika Serikat merupakan indikasi makin terkucilnya negara zionis tersebut di kancah internasional. Sehingga sebagai negara sponsor utama Israel, AS berani menghentikan dana bantuan lembaga PBB bagi pengungsi warga Palestina. "Ini adab yang tidak baik dan Israel mengalami kepanikan diplomatik," kata Shofwan. 

Kebijakan Indonesia terhadap konflik Israel-Palestina sejak pemerintahan Presiden Soekarno harus terus didorong. Tekanan diplomatik harus ditingkatkan agar apa yang diperjuangkan rakyat Palestina dapat segera terwujud. Termasuk bantuan kemanusiaan berbagai bentuk yang harus terus disalurkan. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement