Jumat 19 Jan 2018 11:57 WIB

Dompet Dhuafa dan IDI Kompak Terjunkan Tim Bantu Warga Asmat

Program yang diluncurkan Dompet Dhuafa dan IDI diharapkan berkelanjutan.

Rep: Novita Intan/ Red: Gita Amanda
Tim Medis dari LKC Papua Dompet Dhuafa di Pelabuhan Timika hendak menuju Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua.
Foto: Dok Dompet Dhuafa
Tim Medis dari LKC Papua Dompet Dhuafa di Pelabuhan Timika hendak menuju Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah menempuh perjalanan yang panjang, tim pertama kolaborasi Dompet Dhuafa bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akhirnya tiba di Distrik Agat, Kabupaten Asmat, Papua.

Tim pertama terdiri dari dua orang yakni Dokter Safitri Rahmadani dan Dokter Rahmadani serta satu orang petugas kesehatan Tumijan dari Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa Papua. Mereka bertugas untuk melakukan Rapid Health Assessment atau mengumpulkan data-data terkait dampak wabah campak dan gizi buruk, yang akan menjadi rekomendasi untuk penentuan program prioritas kolaborasi Dompet Dhuafa dan IDI.
 
Agenda awal tim akan melakukan koordinasi ke posko Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dan gizi buruk, Posko tersebut merupakan tempat berkumpulnya tim kemanusiaan untuk kasus ini. Posko ini bertempat di distrik Agat, Kantor Dinas Kesehatan, dan Gedung Pendidikan Wawasan Kebangsaan Worou Cem.
 
"Tim juga akan berkoordinasi dengan Dokter Steven Langi, Kabid Kesmas Dinkes Kabupaten Asmat yang juga menjadi Penanggung jawab Satgas Penanggulangan KLB." ujar Ketua Tim  Dokter Fitri seperti dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jakarta, Jumat (19/1).
 
General Manager Program Kesehatan Dompet Dhuafa Dokter Rosita Rivai mengatakan, rencana awal tim adalah menginisiasi Pos Layanan Kesehatan dan Pojok Nutrisi Keluarga. Kerja sama antara Dompet Dhuafa dan IDI untuk penanganan kasus gizi buruk dan campak di Kabupaten Asmat akan mendirikan Layanan Kesehatan dan Pojok Nutrisi Keluarga yang di dalamnya akan ada pelayanan yang lebih holistik untuk Penanganan dan Pencegahan gizi buruk dan campak.
 
Rata-rata jarak tempuh dari Agats menuju beberapa distrik harus dilalui dengan speed boat dengan waktu 1,5 hingga tujuh jam. Distrik Suru-suru merupakan yang terjauh dengan waktu tempuh tujuh jam melalui rawa.
 
Senada dengan Rosita, Sekretaris Jenderal PB IDI Dokter Moh Adib Khumaidi, Sp.OT, menegaskan bahwa program yang akan dijalankan harus bersifat berkelanjutan. Dalam kasus Asmat ini, program yang dijalankan nantinya bukan program yang sekadar hadir dan selesai. Program pemberdayaan dan program edukasi untuk masyarakat setempat penting dilakukan sehingga dapat membangun kesadaran masyarakat lokal dalam menangani kasus yang dihadapi saat ini.
 
Ke depannya, Dompet Dhuafa dan IDI akan kembali mengirimkan tim secara periodik untuk menjalankan program yang direncanakan bersama.
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement