Kamis 28 Sep 2017 20:15 WIB

DD Terapkan Konsep Wakaf Produktif di RS Mata Serang

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Gita Amanda
Dompet Dhuafa
Dompet Dhuafa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsep wakaf produktif yang terus dikampanyekan oleh Dompet Dhuafa (DD) terus menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Salah satunya ditunjukkan lewat gerakan 1.000 tempat tidur untuk dhuafa yang diterapkan yayasan tersebut di Rumah Sakit Mata Ahmad Wardi di Serang, Banten, belum lama ini.

RS Mata Ahmad Wardi didirikan diatas tanah seluas 2.348 meter persegi yang diwakafkan oleh Hajah Ifa Fatimah kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI). Sekarang RS ini telah dialihkan pengelolaannya kepada Dompet Dhuafa, ujar General Manager Corporate Secretary DD, M Sabeth Abilawa, Kamis (28/9).

Dia menuturkan, pengelolaan RS Mata Ahmad Wardi menjadi bagian dari ikhtiar DD untuk mewujudkan ketersediaan akses kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Di RS itu, layanan kesehatan terbuka untuk semua kalangan, baik pasien umum mapun pasien dhuafa. Untuk membiayai pengobatan para pasien dhuafa, pengelola RS akan membantu mereka dengan menggunakan dana zakat.

RS Mata Ahmad Wardi dibangun secara bertahap dengan kapasitas total yang direncanakan mencapai 80 tempat tidur. Pembangunan gedung RS dan pengadaan alat-alat kesehatannya dibiayai lewat dan wakaf yang dihimpun DD dari masyarakat.

 

Praktisi syariah Indonesia Profesor Didin Hafidhuddin mengatakan, langkah DD tersebut bisa menjadi terobosan bagi lembaga-lembaga lainnya dalam pemanfaatan dana wakaf untuk kegiatan produktif umat. Menurut dia, upaya yang dilakukan oleh yayasan itu sekaligus dapat mengubah mindset masyarakat tentang wakaf.

"Selama ini wakaf selalu dipersepsikan sebagian besar masyarakat kita dalam dua bentuk, kalau tidak bangunannya kuburan (lahan untuk pemakaman). Padahal, wakaf itu bisa juga dalam bentuk uang, dan itu pengaruhnya bisa sangat luar biasa," ujar Didin saat dihubungi Republika.co.id.

Dia mengungkapkan, wakaf dalam bentuk tunai sendiri sebenarnya telah dipraktikkan oleh umat Islam sejak zaman dulu. Pada masa pemerintahan Kesultanan Turki Utsmaniyah, pasar-pasar yang adadi negara itu dibangun menggunakan dana wakaf. Begitu pun halnya dengan Universitas al-Azhar di Mesir, biaya pembangunan dan operasionalnya juga diambil dari uang wakaf.

"Saya pernah sekali berkunjung keperkebunan anggur milik al-Azhar di Iskandariyah, Mesir. Itu kebunnya juga dibangun pakai uang wakaf. Yang lebih menarik lagi, ketika pemerintah Mesir kekurangan dana, mereka juga sering pinjam dana wakaf al-Azhar," kata Didin.

Dia menuturkan, potensi wakaf diIndonesia saat ini diperkirakan mencapai Rp 18 triliun per tahun. Karena itu, lembaga-lembaga yang ada sudah semestinya menyosialisaikan konsep wakaf tunai secara masif kepada masyarakat Indonesia. Dengan begitu, kesadaran umat untuk menyalurkan wakaf dalam bentuk uang bisa dibangkitkan lagi untuk mengembangkan sektor-sektor produktif di Tanah Air.

Pada prinsipnya, kata Didin, modal wakaf itu tidak boleh berkurang atau habis. Ketentuan itu sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, "Harta yang diwakafkan tidak boleh diperjualbelikan, tidak boleh dihibahkan, dan juga tidak boleh diwariskan, (HR al-Bukhari dan Muslim)".

Jadi, yang dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha-usaha produktif seperti membangun sekolah atau rumah sakit itu adalah keuntungan bagi hasil dari wakafnya. Oleh karena itu, agar modal atau dana pokok wakaf itu terjamin keamanannya, lembaga-lembaga pengelola wakaf perlu menjalin kerja sama dengan bank-bank syariah, ucap Didin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement