Rabu 23 Aug 2017 17:41 WIB

Zakat dan Pajak Dinilai Bisa Sinergi

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Ilham Tirta
Nur Effendi, Ketum Forum Zakat (FOZ)
Foto: dok.Istimewa
Nur Effendi, Ketum Forum Zakat (FOZ)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan tujuan yang sama, zakat dan pajak bisa sinergi. Forum Zakat (Foz) mengusulkan agar sinergi ini mencakup sinergi motivasi positif bagi wajib zakat dan wajib pajak serta sinergi informasi.

Ketua Foz, Nur Efendi menjelaskan, ia sudah sempat menyampaikan peran zakat bersama pajak untuk Indonesia. Menanggapi keinginan Menteri Keuangan agar zakat dikelola laiknya pajak, Nur Efendi mengatakan poin yang disampaikan Menkeu sama seperti yang ia sampaikan dimana pajak dan zakat punya arah yang sama yakni mensejahterakan rakyat Indonesia.

Foz juga menyampaikan perlunya sinergi pajak dan zakat supaya cita-cita mensejahterakan rakyat Indonesia bisa lebih cepat dicapai. Usul Foz, sinergi ini bisa dalam bentuk meningkatkan kebijakan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak menjadi pengurang pajak langsung.

Pada Juli 2017, keluar Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER 11/PJ/2017 tentang badan/lembaga yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah yang ditetapkan sebagai penerima pajak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Isinya menetapkan LAZ mana saja yang bisa menerima zakat yang kemudian bisa jadi bukti pengurang pendapatan kena pajak.

''Ini sangat positif bagi wajib zakat dan wajib pajak karena ini insentif positif dan motivasi berbuat baik,'' kata Nur Efendi kepada Republika.co.id, Rabu (23/8).

Foz menyarankan agar zakat tidak hanya pengurang penghasilan kena pajak, tapi pengurang pajak langsung. Foz paham, untuk sampai ke sana butuh kajian lebih dalam dimana saat ini pemangku kebijakannya adalah Kementerian Agama dan Kemenkeu. Kalau zakat jadi pengurang zakat langsung, zakat dan pajak naik karena insentifnya jelas positif.

''Dampaknya akan luar biasa. Pajak pada infrastruktur, zakat pada pengentasan kemiskinan dan pemerataan,'' kata Nur Efendi.

Kedua, sinergi informasi. Ditjen Pajak Kemenkeu punya data penerima pengampunan pajak dan ke depan akan bisa mengakses data pemilik rekening perbankan. Sebenarnya kalau mau membantu, data tersebut juga dibagi ke LAZ agar pemilik rekening bisa diajak berzakat.

Juga dengan BPS yang punya data kemiskinan yang tiap tahun diperbarui. ''Mbok ya data itu juga dibagi ke LAZ agar program pengentasan kemiskinan pemerintah dengan LAZ tidak tumpang tindih,'' ujar Nur Efendi.

Kalau LAZ dan BAZ bisa dibantu akses data wajib pajak, zakat dan pajak bisa naik. Kalau begitu, pengentasan kemiskinan bisa lebih cepat.

Foz melihat saat ini kendala yang dihadapi zakat dan pajak sama, yakni soal kepercayaan, sosialisasi, dan kemudahan layanan. Terlepas dari itu, semangat Menkeu soal profesionalitas dan transparansi pengelolaan zakat sama dengan semangat para amil dan LAZ sedang menuju ke sana. Audit independen, audit syariah, bahkan ISO adalah upaya LAZ mencapai tata kelola perusahaan yang baik.

Sebelumnya, dalam acara 2nd Annual Islamic Finance Conference (AIFC) 2017 di Hotel Ambarukmo Yogyakarta, Rabu (23/8), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ingin pengelolaan dana zakat di Indonesia dilakukan secara optimal. Padahal sistemnya bisa dilakukan sama seperti pemerintah mengelola dana pajak.

Sama seperti pajak, pembayar zakat (muzakki) membayar dan tidak mengharapkan kembali dan berdasarkan aturan. Karena tujuannya melakukan pembangunan, zakat harus dikelola transparan untuk menciptakan keyakinan umat memenuhi kewajiban berzakat.

Ekonomi berbasis Islam dan keuangan syariah dengan konsep yang khas, telah berkontribusi dan akan terus mendukung tercapainya tujuan pembangunan. Ekonomi Islam dalam banyak hal telah selaras dengan tujuan pembangunan. Zakat dan wakaf misalya, juga telah banyak digunakan sebagai instrumen untuk mengangkat kualitas hidup sekaligus meningkatkan status ekonomi masyarakat miskin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement