Selasa 22 Aug 2017 16:31 WIB

Al-Azhar Mesir, Contoh Bentuk Wakaf Umat

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Taman Al-Azhar, Kairo
Foto: Wikipedia
Taman Al-Azhar, Kairo

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Wakaf dalam bidang pendidikan terus berjalan sejak lama. Masyarakat dari berbagai golongan merelakan asetnya untuk pendidikan yang melahirkan generasi penerus umat.

Lembaga pendidikan yang dibangun dengan wakaf kerap menjadi rujukan masyarakat luas. Mereka tertarik dan bersimpati dengan lembaga itu karena dibangun melalui wakaf dan dengan niat yang penuh dengan keikhlasan.

Tenaga pengelola dan pemelihara aset wakaf itu bekerja dengan setulus hati. Ketulusan itu diyakini sebagai salah satu kunci berjalannya proses pendidikan yang baik sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Alumni lembaga hasil wakaf juga mendakwahkan umat untuk merelakan aset dan profesinya di jalan Allah.

Universitas al-Azhar adalah contoh bentuk wakaf umat. Kampus yang berdiri pada 970M itu mampu memberikan pendidikan gratis kepada banyak orang dari seluruh penjuru dunia. Itu meliputi tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.

Pada 1986, misalnya, tercatat dana tunai sebesar 147,32 juta pound Mesir (setara Rp 110,6 miliar kini) diperuntukkan bagi pembiayaan 55 fakultas, termasuk 6.154 orang staf akademiknya. Sejarah mencatat, Universitas al-Azhar merupakan perluasan dari fungsi masjid dengan nama yang sama dalam masa Khalifah al-Aziz.

Sebelumnya, Masjid al-Azhar dibangun atas instruksi Khalifah al-Mu'izz Lidinillah. Al-Azhar berasal dari nama putri Rasulullah SAW, Fatimah az-Zahra. Para penguasa Mesir waktu itu menetapkan wakaf khusus untuk proyek tersebut.

Khalifah al-Aziz Nazzar (wafat 996), misalnya, mewakafkan hartanya untuk membiayai tempat penginapan 35 orang pelajar al-Azhar dari keluarga ekonomi rentan.

Setelah Fatimiyyah runtuh, Dinasti Ayyubiyah menggantikannya. Pengembangan studi di al-Azhar sempat terken dala sentimen politik penguasa Ayyubiyah yang menganggap masjid dan kelembagaan al- Azhar sebagai warisan dinasti sebelumnya. Karena itu, proses pendidikan di al- Azhar banyak bergantung pada inisiatif pribadi orang-orang yang bersimpati. Para khalifah menyadari sepenuhnya bahwa aktivitas pendidikan di al-Azhar membutuhkan pendanaan berkelanjutan.

Khalifah al-Hakim Biamrillah merupakan yang pertama menggagas wakaf harta untuk kelangsungan Universitas al- Azhar. Upaya sang khalifah lantas diikuti pemimpin-pemimpin Mesir berikutnya.

Dengan harta wakaf itulah, lembaga itu dapat terus berkembang. Badan wakaf al-Azhar sampai kini masih aktif menyokong dan mengelola harta wakaf yang diperuntukkan bagi beasiswa, asra ma mahasiswa, dan kegiatan-kegiatan lainnya sesuai visi pendidikan kampus tersebut.

Pengelolaan Masjid al-Azhar sekarang berada di bawah Kementerian Wakaf Mesir. Banyak tokoh penting dalam dunia Islam yang memiliki almamater Universitas al-Azhar. Misalnya, Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani, Hassan al-Banna, dan Syekh Ahmad Yassin. Ulama Indonesia juga banyak yang menuntut ilmu di sana, seperti KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH Musthofa Bisri, Prof Quraish Shihab, KH Abdullah Syukri Zarkasyi, dan banyak lagi.

Hingga kini, alumni al-Azhar tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Banyak dari mereka aktif sebagai intelektual yang mendirikan lembaga pendidikan. Ada juga yang menjadi aparatur negara, pengusaha, dan juga politikus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement