Senin 29 May 2017 17:01 WIB

Persoalan Pengemis Membutuhkan Pola Pendekatan Komperhensif

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Gelandangan dan pengemis.   (ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Gelandangan dan pengemis. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Inisiatif Zakat Indonesia (IZI), Wildhan Dewayana menilai, perlu ada pendekatan komperhensif menangani persoalan pengemis di Indonesia. Terlebih, tahun ke tahun hampir tidak ada perubahan signifikan, dan masalah itu malah tampak semakin memprihatinkan.

"Untuk itu, pola-pola pendekatannya harus komperhensif, bukan dilakukan dari satu sisi saja," kata Wildhan saat dihubungi Republika.co.id, Senin (29/5).

Ia menerangkan, walau tanggungjawab utama ada di negara, tidak menghilangkan partisipasi masyarakan untuk sama-sama menyelesaikan permasalahan ini. IZI sendiri pernah membuat program khusus menangani persoalan pengemis, tapi ternyata masih perlu penyempurnaan di banyak aspek.

Pasalnya, ia merasa persoalan ini bukan sekadar masalah mata pencarian saja, tapi merangkap lingkungan, budaya, kondisi keluarga dan banyak lagi. Program rumah singgah pun sempat dijalankan IZI, tapi tidak bertahan lama dan mereka para pengemis itu kembali ke jalan.

 

"Pendidikan mereka dapat, tapi mereka butuh uang, dan dalam banyak kasus keluarganya sendiri mendorong mereka mencari penghasilan tambahan dari jalanan," ujar Wildhan.

Wildhan memahami masyarakat Indonesia gampang terenyuh melihat fenomena pengemis, terlebih jika kondisinya memang ada uang dan mereka yang meminta terlihat membutuhkan. Ia melihat tidak bisa pula ada larangan kepara masyarakat yang ingin membantu.

Tapi, ia mengingatkan, pendekatan yang dilakukan itu sudah seharusnya solutif dan menyelesaikan permasalahan sampai ke akar. Jadi, di satu sisi kita harus membiasakan masyarakat untuk tidak memberi sedekah di jalan, tapi harus dipenuhi kebutuhan mentalitas kemandiriannya.

Wildhan menjelaskan, alternatif penyaluran sangat luas, seluas kompleksifitas permasalahan itu sendiri yang akhirnya harus dipilih program-program utama. Apalagi, program-program yang ada dijalankan tentu dengan kemampuan lembaga-lembaga yang terbilang terbatas.

"IZI sendiri ada beberapa koridor, pertama dilihat dari aspek syariah dan ada Dewan Syariah yang memberikan koridor itu untuk dijadikan prioritas," kata Wildhan.

Selain itu, lanjut Wildhan, IZI wajib memperhatikan faktor lain yaitu tujuan syariahnya, mengingat program yang dijalankan harus menyentuh aspek tujuan. Menurut Wildhan, aspek lain yang diperhitungkan di antaranya program itu harus mampu mempertebal agama, pemahaman, ketaatan dan keimanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement