Ahad 03 Jul 2016 10:51 WIB

Zakat Penuhi Kebutuhan Mendasar Umat Islam

Rep: Sri Handayani/ Red: Damanhuri Zuhri
Petugas Amil Zakat saat melayani warga yang membayar zakat fitrah, Masjid Istiqlal, Jumat (1/7). (Republika/Tahta Aidilla)
Petugas Amil Zakat saat melayani warga yang membayar zakat fitrah, Masjid Istiqlal, Jumat (1/7). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu jenis zakat adalah zakat fitrah. Kata fitrah mengacu pada Idul Fitri. Artinya, pada hari ini setiap Muslim diharapkan akan kembali pada fitrah atau kesucian. Zakat fitrah hanya dibayarkan setahun sekali pada hari raya ini.

Zakat fitrah tak hanya diwajibkan bagi orang kaya. Setiap orang yang memiliki kelebihan makanan dari kebutuhan pribadi dan keluarganya pada Idul Fitri wajib mengambil sebagian makanan tersebut untuk disedekahkan dalam bentuk zakat.

Perintah ini menggambarkan pesan yang jelas bahwa kemenangan Idul Fitri tak boleh didominasi oleh kalangan tertentu. Tidak boleh ada fakir miskin yang tidak mempunyai makanan di hari raya.

Dewan Pengawas Syariah Laznas IZI Ustaz Oni Syahroni menambahkan dunia filantropi di Indonesia kini melangkah dengan lebih baik. Ini ditandai dengan diterbitkannya serangkaian undang-undang, peraturan presiden (PP), serta peraturan menteri (Permen) yang mendukung peningkatan Laz dan Baz.

"Sisi positif banyak sekali walau kekurangan juga banyak. Di kita Laz swasta tumbuh subur sehingga penghimpunan mereka sangat tinggi," ujar Oni ketika dihubungi Republika, Rabu (29/6).

Sebagai contoh, KMA Nomor 333 menyatakan beberapa syarat berdirinya Laz dan Baz tingkat nasional. Di antara tuntutan tersebut adalah perolehan minimal Rp 50 miliar dan adanya audit keuangan serta audit syariah dua kali setahun.

Kedua syarat ini mendorong Laz dan Baz bekerja lebih giat dalam menghidupkan dunia filantropi. Laz juga didorong untuk mewujudkan manajemen zakat yang profesional dan akuntabel.

Walau dalam penghimpunan masih sangat jauh dari maksimal, penyaluran zakat di Indonesia telah mengalami peningkatan cukup berarti. Ustaz Oni menilai, zakat tidak lagi bertujuan untuk mencukupi kebutuhan minimum mustahik.

Pengelolaan zakat bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan menanggulangi berbagai permasalahan sosial. Oleh karena itu, dana zakat diarahkan untuk menciptakan program-program pemberdayaan.

"Mengangkat para mustahik menjadi orang yang cukup dan tidak perlu diberi bantuan lagi. Dengan memberi ketrampilan dan modal. Ke depan saya lihat cukup positif pengembangan zakat ini," kata dia.

Di tengah tingginya angka kemiskinan dan kesenjangan sosial, zakat bukan lagi berperan secara sekunder atau tersier. Penghimpunan dana zakat bersifat primer dan darurat, sebab bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar umat Islam.

Umat Islam memiliki kepentingan dalam memperbesar kontribusi zakat untuk mengurangi berbagai permasalahan sosial yang ada, sebab zakat bukan hanya menjadi kewajiban muzaki. "Lebih dari itu, zakat merupakan hak anak  yatim, kaum miskin, dhuafa, dan sembilan asnaf lainnya," kata dia.

Ustaz Oni menerangkan, zakat memiliki tiga peran utama, baik sebagai tiang agama, sebagai kewajiban, maupun rukun Islam. Kerapuhan dalam pengelolaan zakat diyakini akan berimbas pada berbagai penyakit sosial, seperti kesenjangan, kemiskinan, hingga pemurtadan yang berawal dari permasalahan ekonomi.

Kewajiban zakat setara dengan rukun Islam yang lain, seperti syahadat, salat, puasa, dan haji. Bahkan, kata Ustaz Oni, kedudukan zakat bisa jadi lebih tinggi sebab ia tidak hanya terkait dengan kesalehan individu, namun juga kesalehan sosial.

Dengan ditunaikannya zakat, seorang Muslim telah memenuhi salah satu kewajiban di hadapan Allah, dan memenuhi hak sesama manusia yang membutuhkan. Jika zakat tidak ditunaikan, ada hak orang lain yang akan terus menempel dalam harta yang dimiliki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement