Jumat 08 Apr 2016 13:48 WIB

Soal Panama Papers, Begini Kata Ketum Baznas

Rep: Amri Amrullah/ Red: Achmad Syalaby
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo saat pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Baznas, Jakarta, Selasa (1/12).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo saat pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Baznas, Jakarta, Selasa (1/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panama Papers menjadi pelajaran bagi banyak pihak. Bagi pemerintah dokumen ini lantas menjadi alasan untuk aturan tax amensty. Bagi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Panama Papers harusnya bukan hanya momentum untuk memudahkan pembayaran pajak, tapi juga zakat secara bersamaan. 

Ketua Umum Baznas Bambang Sudibyo mengatakan selama ini orang membayar pajak karena tuntutan dan keterpaksaan. Setiap negara mewajibkan semua warganya membayar pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Ini berbeda dengan zakat.

Di beberapa negara termasuk Indonesia zakat sifatnya masih sukarela, belum diwajibkan seperti Malaysia. Sehingga tidak ada orang yang menghindar membayar zakat. Padahal, kata dia, potensi zakat masyarakat Indonesia sebagai sumber dana peningkatan kesejahteraan jumlahnya cukup besar.

"Tahun ini Baznas memperkirakan potensi hanya untuk zakat saja mencapai Rp 5 triliun," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (8/4). Dengan potensi zakat yang besar ini, Bambang yakin bila pemerintah serius mengombinasikan pajak dan zakat maka akan memiliki sumber dana lebih untuk memakmurkan masyarakat.

 

Dikatakan dia, Indonesia memang harus belajar dari Malaysia dalam aturan pelaksanaan zakat. Di Malaysia menganut konstitusi Islam khusus untuk pengelolaan zakat. Sehingga semua warga Muslim disana diwajibkan membayar zakat dan pajak sekaligus. 

"Namun bagi Muslim dapat diatur dengan kombinasi berbeda, bila ia membayar zakat maka akan mengurangi beberapa persen kewajiban dia membayar pajak," ujar mantan menteri Pendidikan Nasional era presiden SBY ini.

Sehingga yang terjadi disana, banyak Muslim yang lebih memilih membayar zakat terlebih dahulu kemudian membayar pajak yang telah dilengkapi dengan pengurangan kewajiban pajaknya. Karena keuntungan mereka dua, melaksanakan kewajiban agama dan menaati aturan pajak pemerintah.

Alhasil penerimaan zakat di Malaysia menjadi sangat tinggi. Dari hasil itu Malaysia sukses memperkecil ketimpangan ekonomi, dari mayoritas Muslim dengan yang non muslim. Pribumi dan non pribumi. Karena ketimpangan ekonomi yang tinggi inilah yang mudah memunculkan masalah sosial dan rasial di masyarakat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement