Senin 27 Jul 2015 14:04 WIB

Pengamat: Perlu Ada Kementerian atau Ditjen Zakat dan Wakaf

Zakat  (illustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Zakat (illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar ekonomi Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Euis Amalia berpendapat perlu dibentuk kementerian atau lembaga setingkat direktorat jenderal di Kementerian Agama untuk mengoptimalkan potensi pengelolaan zakat dan wakaf.

"Ada banyak lembaga yang mengurusi zakat dan wakaf. Lalu siapa yang mengawasi, mengendalikan dan mengatur? Karena perlu ada kementerian atau ditjen zakat dan wakaf," kata Euis Amalia di Jakarta, Ahad malam

Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta itu mengatakan, potensi zakat di Indonesia tidak optimal atau tidak tercatat dengan baik karena masih banyak muzakki atau wajib zakat yang membayarkan zakat secara pribadi tanpa melalui lembaga amil.

Menurut Euis, salah satu pemicu seseorang membayar zakat secara pribadi adalah faktor kepercayaan terhadap lembaga amil. Ada beberapa orang yang lebih nyaman membayar secara pribadi sehingga akhirnya tidak tercatat.

"Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat, maka profesionalisme dan kompetensi amil perlu ditingkatkan. Begitu pula dengan lembaga pengelola harta wakaf, tidak bisa hanya dicatatkan dan dilaporkan ke kantor urusan agama," tuturnya.

Euis mengatakan, kompetensi lembaga amil zakat dan pengelola wakaf yang perlu ditingkatkan antara lain standarisasi pelaporan akuntansi dan sistem edukasi publik.

"Lembaga amil zakat dan pengelola wakaf juga perlu memiliki kemampuan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada publik untuk membayarkan zakat dan wakaf harta yang bisa dikembangkan untuk kemaslahatan umat," katanya.

Menurut Euis, ada beberapa lembaga yang pernah menghitung potensi zakat di Indonesia. UIN Jakarta memperkirakan potensi zakat Indonesia mencapai Rp19 triliun per tahun, sedangkan lembaga PIRAC memperkirakan Rp20 triliun.

"Bahkan Bank Pembangunan Asia memperkirakan potensi zakat Indonesia bisa mencapai Rp100 triliun per tahun. Namun, kenyataannya, zakat yang terhimpun hanya Rp3 triliun hingga Rp4 triliun," katanya.

Euis mengatakan, ada beberapa sebab potensi zakat tidak terkumpul

secara maksimal. Salah satunya adalah sosialisasi dan pemahaman umat Islam Indonesia yang rendah terhadap zakat. "Masih banyak yang berpikir zakat hanya dilakukan saat Ramadhan. Itu adalah zakat fitrah. Padahal masih ada zakat-zakat lain. Belum lagi bentuk derma lainnya seperti infak dan shodaqoh," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement