Senin 22 Dec 2014 14:28 WIB

Ferdiansyah Ingin Jadi Sarjana, Tapi..

Ferdiansyah
Foto: Badan Wakaf Alquran
Ferdiansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski bersyukur dapat diberikan keleluasaan untuk mengembangkan diri oleh kantor tempatnya bekerja, tapi Ferdiansyah tak mau selamanya menjadi cleaning service dan kuncen di kantor redaksi sebuah majalah di Cimanggu City, Bogor. Maka Ferdi, begitu sapaan akrabnya, meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi.

Kini lelaki asli Bogor kelahiran 16 Juni 1993, telah duduk di semester tiga program S1 Manajemen Ekonomi di El Rahma Education Centre, Jl dr Semeru Bogor.

Sebelum para karyawan datang, dengan cekatan ia menyapu dan mengepel gedung dua lantai kantor redaksi tersebut. Sendok dan piring pun ia sapu bersih. Lalu, dengan mengayuh sepeda inventaris kantor, ia berangkat kuliah.

Meski lahir dari keluarga tak berpunya, kegigihan Ferdi untuk dapat meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sangat kuat. Ketika di SMK PGRI 1, ia nyaris putus sekolah, lantaran usaha ayahanda Syamsufahri (45 tahun) bangkrut, kemudian beralih menjadi tukang jam yang penghasilannya tidak seberapa.

Karena keadaan ekonomi memburuk, ibunda Adhe Lina Sufiar membantu mencari uang dengan menjahit pernak-pernik pada baju dan kerudung (membiding) dengan penghasilan sekitar 30 ribu per hari.

Tahun pertama sekolah di SMK, anak pertama dari tiga bersaudara hanya diberi uang untuk biaya transport saja. SPP pun nunggak sampai 12 bulan dan diancam tidak naik kelas dan akhirnya pinjam kesana-kemari untuk membayar uang SPP. Alhamdulillah ada orang yang berbaik hati mau meluniasinya bahkan membiayai sekolah hingga kelas dua SMK.

Setelah beberapa hari masuk kelas 3, Ferdi bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah kedai bakso di Bukit Cimanggu. Pemilik kedai bakso menjanjikan akan membiayai hingga lulus SMK. Sebulan berlalu, tetapi SPP sekolah tidak juga dibayar. “Saya bekerja tapi tak dibayarkan juga biaya sekolah, saya tagih-tagih janjinya dia bilang iya nanti,” ujar Ferdi.

Dua tiga bulan berlalu, karena akad yang tidak jelas ---hanya diberi uang Rp 20 ribu per pekan--- dan SPP pun belum dibayarkan, Ferdi keluar lalu bekerja sebagai cleaning service di kantor redaksi sebuah majalah dengan gaji Rp 350 per bulan dan uang makan Rp 10 ribu perhari. “Pelan-pelan saya lunasi SPP saya yang nunggak dan akhirnya saya lulus pada tahun 2012,” ujarnya.

Ia sangat ingin masuk kuliah, namun apa daya ayahanda tidak dapat membiayai karena sudah kerepotan mengurus adik-adik. Sedangkan ibunda sakit stroke yang kemudian berpulang ke rahmatullah beberapa bulan kemudian. Setelah menabung selama satu tahun, akhirnya pada 2013 ia dapat meneruskan kuliah. Namun saat ini, Ferdi kelabakan untuk memenuhi biaya kuliahnya. “Kebutuhan kuliah semakin tinggi tapi gaji saya tidak mencukupi,” ungkapnya.

Melalui program Indonesia Belajar (IB), Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) menggalang dana dari  kaum Muslimin, agar ia dapat meneruskan kuliah untuk menggapai cita-citanya. Dan semoga ini menjadi wasilah buat kita semua agar  mendapat inayah-Nya di akhirat kelak karena telah menolong sesama ketika di dunia. Aamiin.

Semangatnya utk Berubah pantang menyerah, #YukBantu Ferdiansyah agar tetap kuliah! Klik >> http://goo.gl/STUPtp

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement