Rabu 25 Dec 2013 02:59 WIB

Kehalalan Vaksinasi untuk Jamaah Haji dan Umrah

Seorang calon jamaah haji mendapatkan suntikan vaksin Meningitis pada pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangsel, Pamulang, Tangsel.
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Seorang calon jamaah haji mendapatkan suntikan vaksin Meningitis pada pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangsel, Pamulang, Tangsel.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mohammad Akbar

Selama ini, vaksin yang digunakan berasal dari luar negeri.

Pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) diminta untuk bersikap terbuka dalam menjelaskan status halal bagi obat-obatan yang digunakan para jamaah yang melakukan ibadah haji dan umrah.

 

Sementara, bagi para jamaah umrah, sebaiknya dipertimbangkan untuk melakukan vaksin meningitis yang hingga kini masih diperdebatkan status kehalalannya.

“MUI harus proaktif menyikapi kekhawatiran jamaah haji dan umrah karena selama ini berkembang isu obat yang digunakan masih ada unsur yang diragukan atau dalam bahasa agamanya syubhat. Inilah yang perlu ditegaskan,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Mayjen TNI (Pur) H Kurdi Mustofa.

Permintaan ini disampaikan menyusul meruaknya perdebatan status kehalalan obat yang beredar di Indonesia dalam sepekan terakhir.

Selama ini, para jamaah haji dan umrah dari Indonesia diwajibkan untuk melakukan suntik vaksin meningitis dan influenza sebelum berangkat ke Tanah Suci.

Dalam konteks pelaksanaan ibadah haji, Kurdi mengatakan, semua unsur yang terlibat di dalamnya telah disyaratkan harus mengandung unsur halal dan suci.

Selama ini, ia melihat masih adanya kekhawatiran terhadap vaksin yang digunakan. “Saya rasa perlu juga dijustifikasi halalnya (vaksin dan obat-obatan yang digunakan para jamaah),” desak Kurdi.

Berdasarkan informasi yang diperolehnya, Kurdi mendengar, sejauh ini produksi vaksin yang digunakan bagi para jamaah haji dan umrah ternyata masih harus didatangkan dari luar Indonesia.

Padahal, menurut dia, sudah seharusnya pemerintah negeri ini mulai memikirkan untuk melakukan produksi vaksin tersebut di dalam negeri sendiri. “Dengan demikian, unsur kehalalalannya bisa lebih dipertanggungjawabkan,” kata dia.

Baluki Ahmad, ketua umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), meminta pula agar adanya kejujuran dan ketegasan sikap dari pemerintah untuk menyampaikan kehalalan vaksin yang digunakan para jamaah haji dan umrah. “Sampaikan saja kondisi yang ada sebenar-benarnya.”

Terkait kondisi darurat atau tidak untuk menggunakan vaksin, Baluki menyerahkan semua fatwa itu kepada pihak MUI. Namun, ia sangat menaruh harapan besar agar vaksin meningitis yang selama ini digunakan adalah vaksin yang benar-benar halal. “Sekarang ini kan masih dalam perdebatan,” ujarnya.

Lebih jauh, Baluki mengatakan, selama ini para jamaah umrah telah diminta untuk menjalani vaksin meningitis. Padahal, menurut dia, vaksin tersebut belum terlalu dianggap penting jika dibandingkan dengan jamaah yang pergi haji.

“Soalnya, berapa lama orang itu berada di Makkah dan Madinah. Selain itu, mereka juga tidak berinteraksi langsung. Jadi, untuk umrah, sepatutnya dipertimbangkan saja,” katanya.

Kalau selama ini para jamaah umrah melakukan vaksin meningitis sebelum pergi ke Tanah Suci, Baluki menduga karena adanya kepentingan bisnis yang terselubung di dalamnya. “Terus terang sekarang ini sudah menjadi media bisnis yang luar biasa karena tak ada nilai yang standar (untuk setiap vaksin).”

Pertimbangan lainnya agar para jamaah umrah belum terlalu perlu untuk menjalani vaksin, kata Baluki, belum adanya penelitian yang mendalam. Penelitian yang bersifat empiris untuk mendata jamaah umrah yang membawa pulang penyakit hingga kini belum ada.

“Walaupun hal itu memang diatur oleh WHO, selama ini kan di Indonesia belum ada penelitian empirisnya. Padahal, di Arab sendiri, mereka justru tidak melakukan vaksin tersebut,” ujarnya.

Berkaitan dengan polemik halal terhadap obat-obatan yang dipakai para jamaah haji dan umrah, Ketua Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Slamet Effendy Yusuf sepakat agar obat-obatan yang dipakai para jamaah sampai pada tingkat halal. Namun, ia memaklumi terhadap pemakaian vaksin yang diberikan kepada para jamaah.

Selama ini, MUI memutuskan vaksin yang digunakan tidak bisa disebut halal, tetapi karena sifatnya darurat dan belum ada gantinya, boleh digunakan.

Pria yang juga menduduki posisi salah satu ketua di Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mengatakan, vaksin yang selama ini digunakan belum bisa disebut halal. Namun, karena sifatnya yang darurat dan belum ada penggantinya, ia mengatakan, hal tersebut kemudian disepakati oleh MUI untuk boleh digunakan.

“Ada kaidah fikih yang mengatakan darurat itu membolehkan yang dilarang. Jadi, saya ingin tegaskan vaksin yang selama ini dipakai memang belum sampai pada tingkatan halal, tetapi karena dalam situasi darurat, akhirnya boleh digunakan karena alasan keperluan tertentu,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement