Rabu 18 Jan 2012 17:36 WIB

Tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara (1)

Rep: Devi Anggraini Oktavika/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Mulai dikenal di Timur Tengah, Tariqat Naqshbandiyah Khalidiyah kemudian menyebar di kalangan jamaah haji di Makkah, termasuk para jamaah dari Nusantara. Dari situ, tersebarlah tarekat tersebut di penjuru Tanah Melayu, termasuk Indonesia. Dan pendalaman tarekat tersebut pun berkembang melalui keguruan.

BJ O Schrieke dan Martin Van Bruinessen, seperti dikutip www.moboskunks.blogspot.com, menyebutkan bahwa Naqsyabandiyah masuk ke Nusantara dan Minangkabau pada 1850.

Christine Dobbin (2008) menyebutkan, tarekat Naqsyabandiyah sudah masuk ke Minangkabau sejak abad ke-17. Tarekat itu masuk melalui daerah pesisir Pariaman, kemudian terus ke Agam hingga ke Kabupaten Lima Puluh Kota.

Sedangkan Azyumardi Azra pernah menuliskan bahwa tarekat Naqsyabandiyah diperkenalkan ke wilayah ini pada paruh pertama abad k-17 oleh Jamaluddin, seorang Minangkabau yang mula-mula belajar di Pasai sebelum melanjukan ke Bayt Al-Faqih, Aden, Haramain, Mesir, dan India.

Dalam hal keguruan tarekat, Syekh Sulaiman Zuhdi (silsilah tarekat ke-32) yang berkedudukan di Jabal Quraisy menjadi guru bagi sejumlah syekh yang kemudian menjadi penerusnya, seperti Syekh Usman Fauzi (Jabal Quraisy).

Selain itu, tercatat pula beberapa ulama dari Nusantara yang berguru pada Syekh Sulaiman Zuhdi, yakni Syekh M Hadi (Girikusumo-Jawa Tengah) dan putranya, Syekh Ali Ridho (yang kemudian menjadi penerus silsilah keguruan), Syekh Sulaiman (Huta Pungkut-Sumatera Barat), dan Syekh Abdul Wahab Rokan (Babussalam-Aceh).

Sekembali dari Jabal Qubaisy, berpusat di Huta Pungkut-Sumatera Barat, Syekh Sulaiman mengembangkan tarekat ini. Ia memiliki murid yang sangat cemerlang, yakni Syekh Muhammad Hasyim Al-Khalidi (Buayan-Sumatera Barat). Syekh Hasyim Al-Khalidi kemudian melawat ke Jabal Qubaisy dan memperoleh ijazah keguruan pada silsilah ke-34.

Berdasarkan penjelasan yang dikutip dalam www.baitulamin.org, Syekh Hasyim Al-Khalidi inilah yang kemudian menjadi guru Syekh Prof DR Kadirun Yahya. Syekh Kadirun Yahya kemudian memperoleh ijazah keguruan Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah dan menjadi pemegang silsilah ke-35. Ijazah keguruan juga ia peroleh dari Syekh Abdul Majid (Batusangkar) dan Syekh Syahbuddin (Sayurmatinggi), pemegang silsilah keguruan dari alur yang berbeda dengan Syekh Hasyim Al-Khalidi.

Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah yang diwarisi Syekh Kadirun Yahya diteruskannya hingga berkembang pesat di Indonesia, Malaysia bahkan juga di Amerika Serikat. Di Tanah Hindi, tarekat ini terkadang masih dikenali sebagai Tariqat Naqshbandiyah Mujaddidiyah.

Menurut penjelasan yang dikutip dari Majalah Mozaik edisi April 2008, rumah-rumah wirid tarekat ini tumbuh dan berkembang hampir di 700 tempat pada 2008.

Untuk mengelola tempat-tempat wirid yang tersebar luas itu, sekaligus untuk mewadahi aktivitas sosial kemasyarakatannya, ia mendirikan Yayasan Prof DR H Kadirun Yahya yang berpusat di Medan. Yayasan tersebut menaungi bidang ketarekatan dan lembaga pendidikan, mulai Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement