Ahad 12 Mar 2017 10:33 WIB

PHDI: Umat Tetap Gelar Piodalan Saat Nyepi

Dua petugas keamanan adat Bali atau Pecalang memantau pelaksanaan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1938 di Desa Adat Tuban, Badung, Bali (Ilustrasi)
Foto: Antara/Panji Anggoro
Dua petugas keamanan adat Bali atau Pecalang memantau pelaksanaan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1938 di Desa Adat Tuban, Badung, Bali (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID DENPASAR -- Umat Hindu yang seharusnya melaksanakan kegiatan ritual piodalan di Merajan dan Pura bertepatan dengan Hari Nyepi Tahun Baru Saka 1939 pada Selasa (28/3), diimbau tetap melaksanakan ritual itu seperti biasa. Namun pelaksanaan ritual, baik di tempat suci keluarga (merajan) maupun pura desa adat itu hanya menggunakan sarana ritual tingkatan terkecil. "Dan sudah selesai sebelum matahari terbit atau jam 06.00 Wita," kata Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof I Gusti Ngurah Sudiana di Denpasar, Ahad (12/3).

Demikian pula, kata Sudiana, kegiatan ritual tingkat desa adat (pekraman) yang bersamaan dengan hari suci Nyepi tetap dilaksanakan sebelum matahari terbit tanpa menggunakan api (dupa). Selain itu tidak menggunakan instrumen gamelan gong maupun tembang-tembang kekidung dan warga sari serta kegiatan ritual itu tetap dipimpin pemangku pura bersangkutan, namun hanya dihadiri para penjuru (tokoh dan pengurus) desa adat bersangkutan.

Sedangkan umat lainnya dapat melakukan sembahyang dari tempat suci keluarga masing-masing. Ngurah Sudiana menjelaskan, pelaksanaan piodalan tersebut secara teknis dapat dikoordinasikan dengan pengurus Parisada setempat sesuai ketentuan yang berlaku di wilayah tersebut.

"Kegiatan ritual tersebut diusahakan tidak banyak menyimpang dari pelaksanaan tapa brata penyepian," ujarnya. PHDI Bali sebelumnya telah mengeluarkan pedoman tentang pelaksanaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1939. Rangkaian ritual hari suci Nyepi disesuaikan dengan tempat, waktu dan keadaan di desa pekraman (desa kala patra), termasuk tradisi di masing-masing desa adat di Pulau Dewata.

Rangkaian kegiatan Nyepi diawali dengan mengadakan prosesi "Melasti/Melis" di kawasan pantai yang bermakna membersihkan "pratima" atau benda yang disakralkan oleh umat Hindu, selama tiga hari, 25-27 Maret 2017. Masing-masing desa adat bisa memilih salah satu dari tiga hari yang telah ditentukan tersebut. Demikian juga melasti tidak hanya ke Pantai juga dapat dilakukan ke danau atau sumber mata air (kelebutan) yang dianggap suci.

Sudiana menambahkan, setelah "Melasti", menyusul dilakukan "Bhatara Nyejer" di Pura Desa/Bale Agung di desa adat masing-masing, dilanjutkan dengan "Tawur Kesanga" atau persembahan kurban pada hari Senin, 27 Maret 2017, sehari menjelang Nyepi.

Keesokan harinya, Selasa, 28 Maret 2017, umat Hindu merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1939 dengan melaksanakan "Catur Brata" Penyepian, yakni empat pantangan (larangan) yang wajib dilaksanakan dan dipatuhi umat Hindu.

Keempat larangan tersebut meliputi tidak melakukan kegiatan/bekerja (amati karya), tidak menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan) serta tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang atau hura-hura (amati lelanguan). Pelaksanaan "Catur Brata" Penyepian akan diawasi secara ketat oleh petugas keamanan desa adat (pecalang) di bawah koordinasi prajuru atau pengurus desa adat setempat," ujar Sudiana.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement