Selasa 29 Mar 2016 04:55 WIB

Ulama Hadramaut, Kisah Koloni Arab di Batavia dan Jawa

Orang Arab di Nusantara
Foto:
Suasana usai shalat Jumat di Masjid Tanah Abang tahun 1920-an.

Sebagian orang Arab tinggal di daerah pinggiran, seperti Krukut dan Tanah Abang. Namun, pada saat ini kehidupan mereka belum berkembang (maksudnya pada saat Berg melakukan kajian--Red).

Beberapa orang Arab yang lain menetap di wilayah lain, yakni di lingkungan pribumi. Di semua wilayah itu, mereka mendiami rumah yang bergaya sama dengan rumah pribumi, atau mereka yang kaya tinggal di rumah besar atau kecil yang bergaya vila.

Di Batavia didapati orang Arab yang berasal dari segala tempat di Hadramaut dan dari segala lapisan masyarakat. Hanya golongan "sayid" yang merupakan minoritas.

Sebagian besar orang Arab yang datang ke Pulau Jawa dan Singapura, terlebih dahulu singgah di Batavia, kemudian menyebar ke daerah-daerah lain. Delapan tahun setelah itu (setelah adanya pendataan penduduk yang terakhir di 1884--Red), jumlah pendatang baru yang diizinkan masuk oleh Pemerintah Batavia, rata-rata jumlahnya melampui seratus orang untuk setiap tahunnya. Dan, sebagian pendatang baru ini kemudian menetap.

‘’Jadi, kelompok Arab di Batavia sedang berkembang dan jumlah anggotanya segera akan melampaui kelompok-kelompok lain,’’ tulis Berg ketika menganalisis perkembangan populasi penduduk di Batavia.

Sebagai akibat perkembangan itu, Berg kemudian meiihat bila di Batavia dijumpai hanya sedikit keluarga Arab yang turun- temurun telah menghuni nusantara. Sebagian besar orang Arab itu kawin dengan perempuan pribumi.

Kehidupan intelektual mereka tidak pula tinggi. Unsur Arab begitu menguasai keturunan campurannya sehingga mereka terpaksa belajar bahasa Arab untuk dapat berkomunikasi. Sebagai ciri khas wilayah Arab di Batavia, perlu dikemukakan sedikit adanya toko. Di Pekojan hanya terdapat tiga puluhan toko. Hampir seluruh perdagangan Arab di wilayah itu dilakukan dalam rumah melalui para penjaja.

Koloni Arab yang lain di Jawa, misalnya, relatif baru. Di Cirebon, baru pada 1845 koloni Arab di sana menjadi cukup besar sehingga dibutuhkan kepala koloni yang akhirnya menjadi kepala semua orang Arab di karesidenan itu. Baru pada 1872, koloni Arab di Indramayu dipisahkan dari koloni Arab Cirebon dan memiliki kepala koloni sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement