Ahad 27 Mar 2016 09:19 WIB

Ada Resah di 'Kampung Tua’ Luar Batang…?

Masjid Luar Batang, Jakarta Utara, Rabu (8/2). (Republika/Prayogi)
Kondisi dalam masjid luar batang, Jakarta Utara, Rabu (8/2). (Republika/Prayogi)

Sejarawan Betawi Alwi Shahab mengatakan keberadaan kampung Luar Batang tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyak orang dari berbagai negara seperti Yaman, Brunei Darussalam, Malaysia, dan banyak banyak negara lain yang punya penduduk Muslim, rutin menyambangi kampung itu.

‘’Mereka datang ke Kampung itu.Tiap hari ratusan orang mendatangi masjid yang terletak di Pasar Ikan, Jakarta Utara, itu,’’ kata Alwi yang anak Kampung Kwitang itu.

Menurut Alwi, bukan kali ini saja kampung Luar Batang akan digusur. Pada tahun 1950-an dan sektar 10 tahun silam hal serupa juga terjadi. Tapi selalu gagal karena warga melakuan perlawanan.

''Jadi bukan cerita baru bila kampung itu akan digusur,'' katanya.

Menurut Alwi, di kampung itu saban malam Jumat pengunjung mencapai ribuan. Mereka datang dari berbagai tempat di Indonesia, untuk berziarah ke makam Habib Husein bin Abubakar Alaydrus (wafat 1756) yang di masjid tersebut. Para peziarah bahkan ada  yang datang dari Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam.

Habib Umar bin Hafidz Bin Syechbubakar, pendiri pesantren Darul Mustafa di Tarim, Hadramaut, tiap tahun bila ke Jakarta tidak melewatkan untuk berziarah ke Luar Batang. Lebih dari seribu pelajar Indonesia berguru kepadanya di Hadramaut. Susuhunan dari Surakarta pada awal abad ke-20 juga pernah berziarah ke Luar Batang disertai sejumlah kerabatnya.

Menurut sejarawan Syafaruddin Usman MHD dari Pontianak, pada peta-peta Batavia abad ke-19, Masjid Luar Batang terkadang ditulis heiling graf, artinya masjid keramat. Masjid ini terletak di sebelah utara tembok kota lama Batavia, dan tidak berjauhan dengan gudang rempah-rempah VOC yang kini menjadi Museum Bahari.

Luar Batang artinya daerah di luar batang (groote boom), yang menutup Pelabuhan Sunda Kalapa pada malam hari.

Sejarah Masjid Luar Batang menurut Syafaruddin belum dapat disusun dengan jelas. Alasannya antara lain karena sumber-sumber historis yang tersedia bertentangan dengan pandangan umum sekarang, dan kurang lengkap.

Berita tertua berasal dari seorang turis Tionghoa, yang menulis pada 1736 ia meninggalkan Batavia dari Sheng Mu Gang, artinya pelabuhan makam keramat. Nama itu mengaku pada Pelabuhan Sunda Kalapa sekarang.

Pada 1916 telah dicatat di atas pintu masjid, gedung ini selesai dibangun pada 20 Muharam 1152 H atau 29 April 1739. Arah kiblat masjid ini semula kurang tepat dan ditentukan agar lebih pas oleh Syech Muh Arshad al-Banjari (wafat 1812) ketika singgah dalam perjalanan pulang dari Hejaz (Arab Saudi).

Karena itu, ada penulis seperti H Abubakar Atjeh yang beranggapan semula ruang masjid ini adalah bekas rumah kediaman orang yang kemudian digunakan sebagai mushala atau masjid.

Pada makam Habib Husein Alaydrus tertulis, Habib Husein bin Abubakar bin Abdillah Alaydrus wafat pada hari Kamis 27 Ramadhan 1169 H bersamaan 24 Juni 1756. Batu ini dibuat antara 1886 dan 1916.

Sebab, LWC van den Berg dalam buku yang termasyhur tentang orang Hadramaut menyebut, Habib Husein baru wafat pada 1798.

Koran Bataviaasche Courant, pada 12 Mei 1827, memuat suatu karangan tentang Masjid Luar Batang. Dicatat dalam tulisan ini bahwa Habib Husein meninggal kurang lebih pada 1796. Ia wafat setelah lama berkhutbah dan menyiarkan Islam di Surabaya dan Batavia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement