Sabtu 17 Mar 2018 20:58 WIB

Craig Morris: Islam Jawab Pertanyaan Saya

Sejak menjadi mualaf, Morris bertekad untuk terus memperdalam lagi pengetahuannya.

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Mualaf (ilustrasi)
Foto: Onislam.net
Mualaf (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sejak kecil, Jared Craig Morris memiliki cita-cita untuk menjadi seorang pastor. Namun, di usianya yang semakin dewasa, pergulatan batin justru membawa lelaki Amerika itu kepada hidayah Islam. Kini, hampir dua tahun lamanya ia menjalani kehidupan sebagai seorang Muslim.

Morris lahir dan dibesarkan di Indianapolis, ibu kota negara bagian Indiana, AS. Sebelum berkenalan dengan Islam, ia adalah seorang penganut Kristen yang taat. “Saya tidak pernah berpikir untuk beralih ke agama lain. Bahkan, saya mempunyai impian untuk menjadi pastor sejak masih berumur 12 tahun,” tutur Morris membuka kisah perjalanan spiritualnya, seperti dikutip lama I Found Islam.

Demi mengejar cita-citanya tersebut, Morris pun rajin melahap setiap buku yang berisi tentang ajaran Nasrani yang ditulis oleh pakar-pakar Kristen terkemuka. Dia juga menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari Bibel (kitab suci agama Kristen—Red).

“Saya benar-benar mencurahkan hidup saya kepada hal-hal yang berhubungan dengan Kristen. Sampai akhirnya saya mulai bersentuhan dengan ajaran Islam,” tuturnya.

Ketertarikan Morris kepada Islam dimulai sekitar lima tahun yang lalu. Ketika itu, dia berkenalan dengan seorang pria mualaf di tempat kerjanya. Dalam beberapa kesempatan, Morris dan pria itu sering terlibat diskusi tentang ajaran Islam dan Kristen.

Mereka membahas berbagai perbedaan yang terdapat di antara kedua agama tersebut. “Teman saya yang mualaf itu akhirnya pindah kerja ke tempat lain. Meski demikian, komunikasi kami terus berlanjut,” ujar Morris.

Pada 2012, Morris mulai meragukan konsep keimanan Kristiani yang ia anut. Keraguan itu muncul lantaran ia melihat gaya hidup yang dijalani oleh orang-orang Kristen pada umumnya begitu jauh dari nilai-nilai agama.

“Dalam doktrin agama Kristen, seperti apa pun cara hidup yang dijalani seseorang, itu tidak terlalu penting. Selama orang itu percaya bahwa Yesus adalah anak Tuhan, maka dia akan masuk surga. Tidak peduli seberapa banyak pun dosa yang dia lakukan selama hidup di dunia,” kata Morris.

Konsep keyakinan semacam itu menurutnya benar-benar bertolak belakang dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya kesalehan dan ketaatan seorang Muslim untuk meraih surga.

Tidak hanya itu, di dalam Islam juga ditegaskan bahwa setiap amal perbuatan manusia di dunia kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan pada hari akhir.

“Pada poin tersebut, saya mulai menyangsikan kebenaran ajaran Kristen. Saya merasa frustrasi sekaligus cemburu ketika melihat orang-orang Islam yang saya jumpai begitu taat menjalankan perintah agamanya,” kata Morris.

Meski ketika itu kebimbangan mulai menggelayuti batinnya, Morris tetap berusaha mengamalkan ajaran bibel sebaik yang ia bisa. Dia masih ingin mewujudkan impian menjadi seorang pastor. Namun, semakin ia mencoba mengabaikan keraguannya tersebut, semakin besar pula dorongan untuk mempertanyakan kembali agama yang ia anut sejak kecil itu.

Diskusi

Pada Mei 2012, Morris berkenalan dengan sejumlah Muslim di Masjid al-Huda, Indianapolis. Di tempat itu, dia kembali terlibat diskusi mengenai ajaran Islam dan Kristen. “Mereka (jamaah Masjid al-Huda) menjelaskan kepada saya apa yang Alquran katakan tentang Yesus (Isa AS), termasuk kisah kelahirannya. Kami juga membahas pandangan Alquran mengenai terorisme dan tindak kekerasan yang banyak dipelintir oleh kalangan Barat,” tuturnya.

Sejak itu, timbul keinginan di hati Morris untuk mempelajari Islam secara lebih mendalam. Keinginan itu semakin menguat tatkala ia menemukan bahwa banyak pertanyaan yang mengganjal di pikirannya selama ini, ternyata mampu dijawab oleh Alquran dengan cara yang masuk akal.

Pada satu kesempatan, Morris menerima undangan untuk mengikuti kursus Islam di Masjid al-Huda. Di situ, ia memperoleh banyak pengetahuan tentang aspek-aspek lainnya di dalam Islam. Beberapa pekan berikutnya, ia habiskan dengan membaca literatur yang ia dapatkan dari kursus tersebut.

Keyakinan Morris terhadap Islam pun kian mantap. Pada Sabtu, 13 Juli 2013, pria itu akhirnya mengikrarkan dua kalimat syahadat sebagai bukti keyakinannya terhadap kebenaran agama samawi tersebut.

“Setelah mengucapkan syahadat, saya merasa benar-benar dalam kondisi yang kudus untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Segala pertanyaan yang menghinggapi batin dan pikiran saya selama ini terjawab sudah,” kenang pria kelahiran 5 Agustus itu.

Sejak menjadi mualaf, Morris bertekad untuk terus memperdalam lagi pengetahuannya tentang Islam. Cita-cita menjadi seorang pastor kini hanya menjadi bagian dari kisah masa lalunya. “Insya Allah, saya akan selalu berusaha menjadi Muslim yang baik.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement