Senin 31 Jul 2017 14:37 WIB

Felixia: Buat Apa Kemewahan Kalau Hidup Terasa Kosong

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Mualaf tengah berdoa (ilustrasi)
Foto:

Di saat seorang mualaf biasanya dibuang atau disisihkan oleh keluarga, bahkan harus menyembunyikan identitasnya. Felixia justru dirangkul oleh sang ibu. Mungkin, jika ibu dan ayah tidak bercerai, dia akan bernasib sama dengan mualaf lain yang harus bersembunyi. Tetapi, Allah Maha Mengetahui.

Perceraian kedua orang tuanya merupakan sebuah hikmah baginya. Ibunya pun jauh lebih bahagia saat ini. Setelah ke dua orang tuanya bercerai, Felixia terpaksa bekerja untuk bisa hidup mandiri dan menjaga adiknya. Setelah lulus SMP, dia mengadu nasib mening galkan Ipoh dan pergi ke Kuala Lumpur.

Berbekal dengan uang 300 ringgit sebulan dia melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Jika uang bulanannya habis, dia mencari pekerjaan sambilan.

Karena, tidak ingin membebankan ibunya. Saat itu ibu Felixia hanya memili ki uang simpanan untuk adik-adiknya. Selain itu, dia juga harus mencari uang tambahan untuk uang sekolah adiknya. Dia mulai memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Saat itu, dia tidak memiliki agama.

"Saya dibesarkan di keluarga yang tidak percaya kepada tuhan dan agama apa pun," kata dia.

Hingga, dia mengenal dunia modeling dan mulai mencari keberadaan Tuhan. Tapi, saat itu dia belum mengenal, apa itu Is lam, seperti apa ajarannya, siapa yang mem bawanya, dan apa yang membedakannya dengan agama lain.

Mencari Jati Diri Sejak kecil Felixia tidak pernah mengenal agama. Hanya nasihat sang ibu ketika dia belum menjadi mualaf sebagai pedoman hidupnya. Dia selalu mengingat agar tidak menyusahkan orang lain, membiarkan laki-laki memanfaatkannya, tidak berbuat jahat dan tertipu oleh bandar narkoba serta menjaga diri sebaik mungkin.

Namun, ketika berpisah dengan orang tua dia mulai mengikuti gaya hidup sekelilingnya. Tetapi, dia berusaha melindungi diri karena memiliki keteguhan menjadi model adalah untuk mencari nafkah untuk ibu dan adiknya.

Felixia tetap teguh dengan pendiriannya untuk tidak terpengaruh minuman keras, rokok, dan obat-obatan terlarang. Meskipun dia sering kali dipaksa, keteguhan wanita itu telah menyelamatkan dirinya.

Selama 10 tahun kariernya di dunia modeling, dia telah melihat berbagai jenis orang yang hidup yang merasa mewah dan bahagia. Saat itu orang di seke liling nya mengukur kebahagiaan dengan memiliki banyak teman laki-laki. Menda tangi pesta dan minum hingga bermabuk-mabukkan. Mereka rela hidup dalam pe lukan laki-laki tanpa memedulikan harga diri.

"Bagi saya, itu bukan kemewahan yang saya cari. Sebab, apa gunanya memi liki kemewahan, tetapi hidup terasa ko song, tidak bermakna dan bergelimang an dosa, itu bukan kebahagiaan yang saya cari," ujar dia.

Felixia kemudian mulai mendekati ajaran agama dan mendekatinya. Dia per nah pergi ke gereja Katolik setiap ahad petang selama dua tahun. Dia juga per nah mempelajari agama Kristen Protestan dan menyembah Dewa Kuan Yin menjadi penganut Buddha. Tetapi, hatinya tidak pernah merasa dekat dengan Tuhan dan tidak pernah tersentuh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement