Senin 10 Jul 2017 19:23 WIB

Islam Selamatkan Roe dari Broken Home

Mualaf (ilustrasi)
Foto:
Premanisme (ilustrasi)

Sang ibu tak putus asa. Ia begitu sedih melihat anak laki-laki semata wayangnya tumbuh dengan akhlak yang buruk. Austin pun dibawa ke rumah neneknya. "Ibu membawaku ke rumah nenek dengan menggunakan pesawat. Lokasinya jauh sekali. Nenek sangat penyayang, namun tegas saat aku bandel. Dia tak pernah membentakku. Saat aku berbuat buruk, ia akan menyuruhku memindahkan potongan-potongan kecil kayu yang jumlahnya banyak, dari satu tempat ke tempat lain. Awalnya aku tentu saja marah. Namun, ketika selesai memindahkan kayu-kayu itu, marahku redam. Ini seperti sebuah permainan," ujar Austin tersenyum simpul.

 

Delapan bulan tinggal bersama sang nenek cukup menyembuhkan sifat pemarah Austin. Masih terngiang dalam benak Austin bagaimana sang nenek dengan lembut memangkunya dan mengisahkan cerita-cerita dalam Injil. Austin sangat merindukan petuah-petuah nenek yang begitu bijak hingga membuatnya giat sekolah dan tak lagi bandel. "Nenek memberitahuku agar berdoa kepada Tuhan setiap kali merasa marah atau kecewa," kenang Austin.

 

Austin kembali ke rumah ibunya. Kegembiraan dan kebahagiaan meliputi hati Austin dan sang ibu. Namun, lagi-lagi, sang ayah mengacau. Melihat Austin telah menjadi anak baik, ia mengambil anaknya kembali. Selama tinggal dengan sang ayah dan ibu tiri, Austin selalu disiksa. Kepalanya sering kali dipukul dengan kayu keras oleh sang ibu tiri. Ayahnya pun sama, sering kali membenturkan kepala Austin ke meja. Rumah ayahnya pun dipenuhi barang-barang haram seperti narkotika, majalah dan film porno, dan sebagainya. Kehidupan itu terus dilalui hingga duduk di bangku kelas empat. "Aku tak tahu apakah ada cara lain untuk hidup. Lupa sudah ajaran nenek untuk berdoa," ujarnya.

 

Singkat cerita, Austin kembali menjadi anak yang pemarah. Bahkan, lebih parah dari sebelumnya, Austin menjadi seorang preman. Ia mencuri, memukul orang, bahkan mengisap narkoba. Saat menjadi pecandu akut, Austin dibuang. Baik sang ayah maupun ibu tak ada yang menginginkannya kembali. Padahal, saat itu Austin masih seorang anak kecil berusia 10 tahun. "Banyak yang tak percaya ada anak 10 tahun yang sedemikian jahat sepertiku. Tapi, itulah aku di masa lalu," kata Austin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement