Selasa 30 May 2017 16:29 WIB

Flood: Saya Harus Meninggal Sebagai Muslim

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Mualaf (ilustrasi).
Foto:
Muslim Amerika

Flood beralih dengan mengikuti kelas-kelas motivasi dan aktif olahraga ekstrem, tetapi tetap saja nihil capaian. Kebenaran tidak juga ditemukannya, barang kali sekadar menambah rasa percaya diri.

Dahaga Flood akan spiritual agama tidak tertahankan. Dia bergelut dengan buku-buku filsafat untuk menelaah agama-agama yang sarat pesan moral. Tetapi sayang, perilakunya tidak kunjung membaik.

Flood akhirnya pindah ke negara mayoritas Muslim karena alasan pekerjaan. Di sana dia kemudian sering berdiskusi mengenai agama dan melanjutkan kembali pencarian kebenaran melalui agama.

"Tidak lama kemudian, saya mendapatkan pekerjaan di sebuah negara mayoritas Muslim, saya memiliki cukup waktu luang untuk membaca dan merenungkan kehidupan.

Sambil terus mencari kebenaran, saya menemukan sebuah rekomendasi dalam sebuah buku tentang perlunya bertaubat secara tulus kepada Tuhan. Saya kemudian bertaubat dan merasa menyesal atas kesalahan yang saya perbuat kepada semua orang yang ada dalam hidup saya, hingga air mata mulai mengalir di wajah saya," ujar dia.

Beberapa hari kemudian, Flood berbincang dengan teman Muslim terkait soal kebebasan. Praktik bebasan yang berlaku di AS menurut Flood, tidak selaras dengan idealisme yang selama ini diajarkan keluarga. Di luar rumah, potret masyarakat bertentangan dengan moralitas tersebut. Berbeda dengan pengalamannya itu, Flood menemukan pemandangan yang berseberangan.

Di negara tersebut, dia mendapati moral yang diajarkan untuk anak-anak di rumah, tetap terjaga ketika mereka berada di dunia luar. Dia pun menyimpulkan pedoman batasan Islam, seperti memberi sanksi terhadap perilaku manusia bukan untuk mengurangi kebebasan manusia, melainkan justru menghargai kebebasan.

Flood juga terngiang dengan sebuat kalimat yang terlontar dari seorang teman Muslimnya, yaitu : "Anda harus memastikan bahwa Anda meninggal sebagai seorang Muslim yang baik. Penjelasan dari seorang teman di Las Vegas menggambarkannya dengan permainan kasino.

Mati sebagai non-Muslim, seperti bermain rolet, tetapi hanya memiliki satu kepingan untuk satu nomor dan hanya mengharap pada Tuhan Anda mendapatkan rahmat masuk surga saat kiamat kelak.

Tetapi, jika mati dalam keadaan Muslim yang baik seperti menyebarkan kepingan di seluruh papan rolet sehingga tidak peduli berapa banyak bola jatuh, Muslim akan aman.

Dengan kata lain, hidup dan mati seorang Muslim yang baik ini adalah investasi mendapatkan surga. Sampai pada diskusi tersebut, Flood mulai fokus melakukan pencarian kebenaran hanya melalui agama, dia memilih agama yang saat ini dianutnya, Islam.

Setelah mempelajari Alquran dan memahami hakikat ibadah, dia merasa 80 persen yakin ingin menjadi seorang Muslim. Tetapi, ada satu hal yang menghalangi dia.

Dia khawatir dengan reaksi keluarga dan temannya jika mereka mengetahui Flood telah berikrar syahadat kelak. Kekhawatirannya ini disampaikan kepada temannya yang Muslim.

Dia mendapat jawaban bahwa di hari pembalasan nanti, tidak ada yang membantunya termasuk ayah, ibu atau teman, tetapi amal dialah yang hanya dapat membantunya. Jika yakin Islam adalah agama yang benar, jadikanlah agama untuk menjalani hidup.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement