Sabtu 13 May 2017 19:28 WIB

William Pickthall Terobsesi Terjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Inggris

Rep: Dia/Berbagai Sumber/ Red: Agung Sasongko
Muhammad Marmaduke William Pickthall.
Foto: tribune.com.pk
Muhammad Marmaduke William Pickthall.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Muhammad Marmaduke Pickthall adalah seorang intelektual Muslim Barat yang terkenal dengan karya terjemahan Alqurannya yang puitis dan akurat dalam bahasa Inggris. Ia merupakan pemeluk Kristen Anglikan yang kemudian berpindah agama memeluk Islam. Sosoknya juga dikenal sebagai seorang novelis, jurnalis, kepala sekolah, serta pemimpin politik dan agama.

Terlahir dengan nama William Pickthall pada 7 April 1875. Dia berasal dari keluarga kelas menengah di Suffolk, Inggris. Ayahnya Charles Grayson Pickthall adalah seorang Pendeta Anglikan. Karenanya, tak mengherankan jika William tumbuh dan dibesarkan di tengah keluarga penganut Kristen Anglikan yang taat.

Ketika usianya menginjak lima tahun, sang ayah meninggal. Tak lama berselang, keluarganya pun memutuskan untuk menjual tempat tinggal mereka di Suffolk dan pindah ke Kota London. Kepindahan tersebut sempat membuat William depresi dan sakit-sakitan.

 

Sifat pemalu yang ada pada dirinya membuat dia sulit untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya. Terlebih lagi ketika ibunya Mary O’Brien memasukannya ke Harrow, sebuah sekolah swasta elite khusus bagi murid laki-laki. Satu-satunya yang menjadi teman penghiburnya saat menimba ilmu di Harrow adalah Winston Churchill.

Saat di Harrow, William mulai menunjukkan ketertarikannya terhadap ilmu bahasa. Selepas dari Harrow, ia mulai mempelajari sejumlah bahasa, di antaranya Gaelik (bahasa orang Skotlandia) dan Welsh (bahasa orang Wales). Karena kemahirannya dalam penguasaan kedua bahasa ini, salah seorang gurunya di Harrow mendaftarkan William untuk mengikuti ujian seleksi penerimaan pegawai di Departemen Luar Negeri. Namun, ia gagal dalam ujian.

Kegagalan tersebut tidak membuat William patah arang. Ia kemudian menghabiskan waktunya untuk mempelajari bahasa Arab dengan harapan suatu saat ia bisa memperoleh pekerjaan sebagai seorang konsuler di Palestina. Di usianya yang belum genap 18 tahun, ia memutuskan untuk berlayar ke Port Said, sebuah kota pelabuhan yang berada di kawasan timur laut Mesir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement