Rabu 08 Mar 2017 10:06 WIB

Di Gaza, Yousef Al-Khattab Temukan Cahaya Islam

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Agung Sasongko
Mualaf (ilustrasi).
Foto:
Simbol Yahudi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Namun, Cohen tak pernah mengira bahwa kepindahannya ke Israel justru membawanya pada cahaya Islam. Setelah tiga tahun menetap di Gaza (1994), ia memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.

Ketertarikannya terhadap Islam bermula dari sebuah ruang chat  (chatroom) di dunia maya. Di sana, Cohen bertemu teman diskusi yang ternyata adalah seorang syekh asal Uni Emirat Arab. Keduanya menghabiskan waktu berjam-jam untuk saling bertukar pendapat soal pemikiran masing-masing. Topik yang kerap mereka diskusikan adalah teologi.

Perbincangan itu membekas di hati Cohen. Belakangan, ia yang kemudian hijrah kembali ke Amerika Serikat (AS) menemukan banyak pencerahan. Sejak saat itu, ia bertekad untuk pindah agama ke Islam. Keinginan untuk masuk Islam ini diutarakan kepada sang istri. Akhirnya, ia memutuskan untuk bersyahadat dan menjadi Muslim. Setelah masuk Islam, ia pun mengganti namanya menjadi Yousef al-Khattab.

Tak lama setelah ia mengucapkan syahadat, istri dan empat anak Yousef mengikuti jejaknya menjadi Muslim. Bahkan, setelah menjadi seorang Muslimah, sang istri mengganti namanya dengan Qamar al-Khattab. Kemudian, ia memboyong seluruh anggota keluarganya untuk pindah dari permukiman Yahudi di Netivot ke permukiman orang Arab di wilayah Yerusalem bagian timur.

Setelah mendalami Islam lebih jauh, Yousef makin menyadari bahwa dasar ajaran agama Yahudi sangat berbeda dengan Islam. Perbedaan utamanya terletak pada masalah tauhid. Agama Yahudi, kata dia, percaya pada perantara dan perantara mereka adalah para rabi. Orang-orang Yahudi berdoa lewat perantaraan rabi-rabi mereka.

''Yudaisme adalah kepercayaan yang berbasiskan pada manusia. Berbeda dengan Islam, agama yang berbasis pada Alquran dan sunah. Keyakinan pada Islam tidak akan pernah berubah. Di semua masjid di seluruh dunia, Alquran yang kita dengarkan adalah Alquran yang sama,'' ujar Yousef.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Yahudisme di sisi lain berpatokan pada "tradisi oral". Misalnya, kitab Talmud yang disusun berdasarkan informasi dari mulut ke mulut yang kemudian dibukukan. Para rabi sendiri, ungkapnya, bisa saja lupa tentang banyak hal sehingga keabsahan isi kitab tersebut bisa dipertanyakan.

Kitab Taurat yang diyakini kaum Yahudi sekarang, jelas Yousef, memiliki 11 versi yang berbeda. Naskah-naskah Taurat itu bukan lagi naskah asli. ''Alhamdulillah, Allah memberikan rahmat kepada kita semua dengan agama yang mudah, di mana banyak orang yang bisa menghafal Alquran dari generasi ke generasi. Allah memberkati kita semua dengan Alquran,'' jelas Yousef.

Mengenai kelompok-kelompok Yahudi yang mengklaim anti-Zionis, Yousef mengakui bahwa dirinya tidak percaya dengan Yahudi-Yahudi yang mengklaim anti-Zionis.

''Dari sejarahnya saja, mereka adalah orang-orang yang selalu melanggar kesepakatan. Mereka membunuh para nabi. Oleh sebab itu, saya tidak pernah percaya kepada mereka meski Islam selalu menunjukkan sikap yang baik kepada mereka,'' paparnya.

Yousef menegaskan bahwa pernyataannya itu bukan untuk membela orang-orang Palestina ataupun atas nama seorang Muslim. Pernyataan itu merupakan pendapat pribadinya. ''Allah Mahatahu,'' tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement