Selasa 07 Mar 2017 18:47 WIB

R Zakaria Subiantoro Mencatat Isi Materi Khutbah Jumat

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Mualaf (ilustrasi)
Foto: RNW
Menikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awalnya, kenang Subiantoro, ia terkesan dengan cara orang-orang Islam beribadah setiap hari ke masjid. Sejak kecil, ia melihat bagaimana kawan-kawannya yang Muslim setiap petang bersiap-siap untuk melangkahkan kaki ke masjid begitu mendengar suara azan berkumandang. Jadi, ada ketenangan saat melihat yang seperti itu, ujarnya.

Subiantoro menyimpan kesan yang mendalam tentang Islam. Bagaimanapun, momentum peralihan iman bermula dari jalinan cintanya dengan Ina (bukan nama sebenarnya). Gadis itu ia temui pertama kali dalam sebuah kesempatan pendidikan kilat (diklat) Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) se-Jawa Timur sekitar1992.

Pada awalnya, menurut Subiantoro, perempuan asal Pare, Kediri, itu belum betul-betul menyadari bahwa pria yang sedang mendekatinya bukanlah seorang Muslim. Belakangan setelah menjalani long distance relationship, Subiantoro mengungkapkan tentang diri dan keluarganya serta apa agama yang ia peluk saat itu.

Namun, hubungan kedua insan ini tidak memudar dan malah beranjak ke tingkat yang lebih serius. Kala itu, Subiantoro yang sudah menginjak usia kepala tiga justru mulai semakin tertarik terhadap agama yang dianut Ina, yaitu Islam.

Subiantoro menceritakan, saat itu kedua orang tuanya kerap memperingatkannya segera menikah agar tak terlalu lama membujang. Saat itu Subiantoro mencurahkan isi hatinya kepada ibunda. Ia ingin beralih agama menjadi Muslim. Sebab, ia merasa bahtera rumah tangga akan lebih baik bila suami dan istri berada dalam keyakinan yang sama dan saling menguatkan.

"Perkiraan saya, saya selalu tak merasa cocok dengan yang seiman (Katolik). Saya bilang ke ibu, 'Bu, kalau seandainya saya pindah agama, bagaimana?' Ibu menjawab, 'Kalau memang lebih baik, tidak apa-apa.'" kata dia.

Sang ibu ternyata lebih menerima pilihan hidup Subiantoro memeluk Islam. Sebab, menurut Subiantoro, ibunya itu merasa Subiantoro telah tumbuh sebagai sosok yang mandiri dalam menentukan jalan hidup. Hal ini berbeda dibandingkan sang Ayah. Subiantoro mengaku, jalinan komunikasi antara dirinya dan ayah sempat terputus hingga enam tahun.

Kalau ibu (mengatakan), 'Ya selama kamu lebih baik, maka tak masalah.' Sedangkan, kalau Bapak, lama sekali jadinya kami tak berbicara satu sama lain, jelasnya.

Pada Januari 1994, Subiantoro dan Ina akhirnya menikah sebagai pasangan Muslim. Kehidupan rumah tangga pasangan ini segera diliputi kebahagiaan. Sebab, tidak lama kemudian mereka dikaruniai buah hati tercinta. Anak pertama Subiantoro dan Ina lahir pada Oktober 1994.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement