Ahad 20 Sep 2015 19:10 WIB

Amy Luz U: Nikmatnya Bersujud

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Bersujud (ilustrasi).
Foto: Reuters
Bersujud (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tatkala berkeliling ke pelosok negeri itu, ia yakin telah menemukan tempat yang dia kehendaki. Tempat untuk mengembangkan diri, karier, dan kehidupan. Semua orang bersikap baik sejak pertama kali dia datang.

Seiring lekatnya interaksi hari demi hari, Amy mulai tertarik dengan budaya dan tradisi mereka. "Pada waktu itu juga, saya jatuh cinta dengan Oman dan orang-orangnya!  Saya kira, itu awal perjalanan saya memeluk Islam," ungkap Amy.

Lantaran mayoritas warga Oman memeluk Islam, Amy tertarik mempelajari Islam. Ia mulai membaca Alquran yang dibawakan Nishat Furkunda, koleganya asal India. Amy bahkan bertanya pada beberapa rekan senegara soal Islam.

Tapi, kebanyakan menjawab dengan nada negatif.

Pada 2013 menjadi masa pencarian kehidupan spiritual perempuan tersebut.  Ia mengamati agama dan pengaruhnya terhadap perilaku siswa. Amy terkesan.  Anak-anak mengatakan, InsyaAllah, setiap kali dia menyuruh mereka mengerjakan sesuatu.

Pemisahan siswa laki-laki dan perempuan di kelas juga menarik perhatian Amy. Itu menjadi semacam "Saya merinding dan air mata mulai jatuh. Saya tahu, detik itu saya akan menjadi seorang Muslimah."

Suzanne Plunk, Reuters islamicaxis.com antitesis atas apa yang ia perjuangkan sebagai kesetaraan jenis kelamin.

Ketika dia membaca Alquran dan buku-buku keislaman, Amy menemukan, baik Kristen maupun Islam berlandaskan pada ajaran cinta, kasih sayang, dan kebaikan. Hanya saja, perbedaan antara keduanya juga cukup memukul hati Amy.

Iman Kristiani yang menganggap Yesus sebagai anak Allah tidak cocok dengan Islam. Islam hanya menganggap Yesus atau Isa sebagai seorang Nabi yang membawa pesan Tuhan kepada kaumnya.

Amy memikirkan hal ini untuk waktu yang sangat lama. Dia bertanya pada diri sendiri, apakah dia bisa menerima gagasan ini. Ketika Amy membaca Alquran, disebutkan Isa Al Masih akan turun untuk kedua kalinya pada hari kiamat. Lalu, tanya Amy, di mana peran Nabi Muhammad saat itu? Benarkah Muhammad seorang nabi? Ia menjadi gelisah dan tidak yakin dengan informasi yang dia terima.

Suatu sore, seorang kenalan di Oman yang bekerja untuk Pusat Informasi Islam di Muskat menyerahkan publikasi tentang Nabi Muhammad. Membaca publikasi itu, semua menjadi jelas. Muhammad adalah utusan Allah. Dia membawa ajaran yang sama seperti ajaran Nabi-Nabi sebelumnya; tauhid.

"Jadi, saya pikir kalau saya percaya semua Nabi sejak Adam sampai Isa, mengapa saya tidak percaya pada Muhammad?"Sampai di sini, Amy belum bersyahadat.

Puncaknya, saat Amy menghadiri ceramah di Departemen Pusat Pendidikan dan Pelatihan di Nizwa yang disponsori Islamic Information Center Masjid Agung Sultan Qaboos. Fatima Al Harrasi, seorang pembicara, melemparkan pertanyaan pada Amy. "Mengapa Allah menciptakan kita?"

Amy menjawab, "Ada dua alasan; untuk menyembah-Nya dan mencintai ciptaan- Nya." Jawaban itu sangat tepat. Bagi Amy, itu meyakinkan bahwa imannya sejalan dengan Islam. Ia merasa semua semakin logis. "Saya merinding dan air mata mulai jatuh. Saya tahu, detik itu saya akan menjadi seorang Muslimah."

Amy kemudian menelepon Saud, rekan dekatnya di kantor. Perempuan itu menangis saat berbicara di telepon. Saud meyakinkan.  Tidak ada gunanya menunda keputusan untuk menjadi seorang Muslim.

Akhirnya, Amy memutuskan masuk Islam tepat pada 3 Mei 2015. Ia tak henti gemetar menjelang ikrar syahadat.

"Saya telah menemukan kebenaran. Seperti banyak mualaf yang mengalami kekosongan hidup, saya berusaha mencari makna. Menjadi seorang wanita Muslim di masa kontemporer adalah sumber sukacita dan kebahagiaan di tengah dekadensi yang merusak dunia," aku Amy.

Kedamaian dan kebahagiaan luar biasaa ia rasakan setiap kali sujud, saat dahinya menyentuh tanah. Perempuan itu kini sibuk menjadi dosen bahasa Inggris di Nizwa College of Technology, Oman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement