Jumat 03 Jul 2015 06:02 WIB

Pencarian Identitas Diri Muslimah Latina

Zainab Ismail (kiri) dan Kalene Santana
Foto: AOL
Zainab Ismail (kiri) dan Kalene Santana

REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK -- Kalene Santana (19 tahun) masih tergolong muda saat berani memutuskan berpindah keyakinan dari Katolik menjadi seorang muslimah.

Perempuan Hispanik keturunan Puerto Rico dan Dominika ini merasa kehidupannya kini lengkap. Lantaran ia hidup dan mencintai kehidupan khas Spanyol, berbahasa Inggris, namun beribadah dengan cara Islam.

Santana pun meyakinkan dirinya mampu menghadapi segala tantangan yang menghadang di antara tiga kultur yang dijalaninya. Namun, ia tidak sendirian. Jika Santana baru setahun menjalani kehidupan sebagai muslimah, ada perempuan Hispanik lainnya, Delma Oliveras yang menjadi muslimah sejak tiga tahun lalu.

“Para aktivis di organisasi Islam Nadoona yang membimbingku shalat, mengajarkan akidah dan adab dalam Islam,” ujar Oliveras yang kini bernama Zainab Ismail pada The Huffington Post, Jumat (3/7).

Kedua Latina ini merasakan, meski banyak perbedaan dalam budaya antara Hispanik dan Islam, ada titik persamaan terkait posisi dua budaya ini yang dianggap terlahir dari kelas sosial bawah di Amerika Serikat.

Namun, mereka menguatkan pilihannya karena ada sekitar 40 ribu Muslim Hispanik yang tinggal di AS. Islamic Society of North America mendata bahwa kaum Hispanik banyak yang menjadi Muslim meski kultur Spanyol sangatlah berbeda.

Ismail yang merupakan putri seorang pastur gereja Pentecostal ini menyebutkan beberapa karakter yang berbeda antara kultur Islam dan Hispanik.  

Untuk komunitas Hispanik dari Spanyol, Karibia, dan Amerika dikenal dengan sikap individualisme serta kebebasan berganti pasangan. Sehingga keputusan perempuan Hispanik untuk mengenakan hijab dan menutup seluruh auratnya sangat dipandang aneh.

"Aku tidak banyak berdiskusi dengan ayahku karena posisi orang tua dalam Islam adalah orang yang dihormati dan tak layak diajak untuk berdebat. Aku hanya mendoakannya,” tegas Ismail.

Tapi, ia tak menampik bahwa dukungan dari keluarga sangatlah berarti untuk memulai sebuah kehidupan baru. Akhirnya, ia memutuskan untuk menikah dengan seorang pria keturunan Lebanon dua tahun lalu demi menguatkan akidahnya dalam Islam.

“Tidak mendapat dukungan keluarga saat kita baru saja menjadi seorang istri sebenarnya berat. Tapi, itu adalah sebuah proses yang harus dijalani,” ujar Ismail.

Sementara, Santana mengaku masih sedikit mengalami kegamangan karena takut mengalami stigma sosial terkait penampilannya yang berjilbab.

"Aku pernah mengalami beberapa fase. Aku pergi ke masjid, tapi belum mengenakan hijab dan masih pergi ke pesta-pesta. Bahkan saat itu, aku seakan tidak takut laknat Allah SWT.  Aku masih bingung mengatasi perasaan tentang identitas ini, terutama saat berada di ruang publik," ujar Santana blak-blakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement