Selasa 23 Jun 2015 09:55 WIB

Alami Kecelakaan Parah, Yahya Schroder Masuk Islam

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Mualaf (ilustrasi).
Foto: Onislam.net
Mualaf (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Yahya Schroder dibesarkan di sebuah desa kecil bersama ibu dan ayah tirinya di Jerman. Mereka tinggal di sebuah rumah besar dengan taman dan kolam luas.

Sebagai seorang remaja, ia memiliki kehidupan yang menyenangkan. Ia mempunyai beberapa teman dekat yang bisa ia ajak jalan, melakukan hal-hal bodoh, dan minum alkohol seperti kebanyakan remaja Jerman lain.

Tapi ketika masuk Islam, ia harus pindah ke Postdam, dekat Berlin. Ia meninggalkan rumah dan semua benda-benda berharga miliknya. Saat itu, ia masih berusia 17 tahun.

Dilansir dari onislam.net, Selasa (23/6), Yahya mengaku memiliki segalanya ketika tinggal dengan kedua orang tua. Sebuah rumah besar, uang pribadi, TV, play-station, dan semua benda berharga yang bisa dimiliki remaja. Ia tak pernah khawatir soal uang. Namun, Yahya tidak merasa senang. Ia sedang mencari sesuatu yang lain.

Semua itu berbalik arah ketika ia berusia 16 tahun. Ia bertemu dengan komunitas Muslim di Postdam melalui ayah biologisnya yang telah lebih dulu menjadi Muslim pada tahun 2001. Yahya mengunjungi ayahnya sebulan sekali, dan momen itu mereka gunakan untuk menghadiri pertemuan komunitas yang diadakan setiap Ahad.

Saat itulah, Yahya mengaku tertarik pada Islam. Ayahnya melihat itu, tapi ia ingin Yahya belajar dari orang-orang yang memiliki pengetahuan lebih tinggi. Ayahnya tidak ingin ada orang mengatakan, “Oh, dia menjadi Muslim karena masih 17 tahun. Dia hanya mengikuti apa yang dilakukan ayahnya.”

Yahya setuju dan mulai mengunjungi komunitas itu sebulan sekali untuk belajar Islam. Ia telah belajar banyak tentang Islam saat itu, sampai sesuatu terjadi dan mengubah cara pikirnya.

Pada Ahad, ia pergi berenang bersama komunitas Muslim. Naas, ketika tengah melakukan lompatan ke kolam renang, Yahya terjatuh dan terbentur di bagian kepala. Ayahnya segera membawa dia ke rumah sakit.

Dokter rumah sakit itu berkata, “Anda mengalami kerusakan yang cukup buruk. Jika Anda melakukan gerakan yang salah, Anda kemungkinan akan menjadi cacat.” Yahya merasa sangat terpukul.

Hanya beberapa saat sebelum dokter membawanya ke ruang operasi, salah satu teman dia dari komunitas Muslim berkata, “Yahya, kamu sekarang berada di tangan Allah. Seperti rollercoaster, sekarang kamu berada di puncak perjalanan dan hanya dapat bergantung pada Allah.”

Kalimat itu menyejukkan hatinya. Operasi berlangsung sekitar lima jam dan ia terbangun setelah tiga hari. Ia tidak bisa menggerakkan lengan kanannya, tapi ia merasa sangat bahagia. Ia mengatakan pada dokter bahwa ia tidak peduli dengan lengan kanan. Ia telah sangat senang Allah membiarkannya hidup.

Para dokter mengatakan, ia harus tinggal beberapa bulan di rumah sakit. Tapi, dengan latihan keras ia hanya tinggal selama dua minggu. Ia telah bisa menggerakkan lengan kanannya lagi.  “Kecelakaan ini benar-benar mengubah hidup saya. Saya perhatikan ketika Allah menghendaki, kehidupan seseorang dapat diambil dalam satu detik,” kata Yahya.

Ia pun mulai memikirkan kehidupan dengan lebih serius. Keinginannya untuk menjadi Muslim sangat kuat. Ia tinggalkan ayah tiri, ibu, dan semua kemewahan yang selama ini dia enyam. Yahya kemudian pindah ke apartemen ayahnya yang lebih kecil di Postdam. Meski tampak seperti telah kehilangan segalanya, pemuda Eropa itu merasa sangat senang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement