Jumat 15 May 2015 14:13 WIB

Fatima Mali Terpesona Bacaan Alquran

Mualaf tengah berdoa (ilustrasi)
Foto: onislam.net
Mualaf tengah berdoa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Fatima Mali adalah pekerja rumah tangga dari Crossroads di pinggiran Cape Town, Afrika Selatan. Ia memeluk Islam pada tahun 2005.

Lahir pada tahun 1955 di Transkei, Fatima datang ke Cape Town pada tahun 1991 untuk mencari pekerjaan. Enam belas tahun kemudian, Fatima mendapat kesempatan untuk menunaikan ibadah haji, mengunjungi kota Mekkah dan Madinah.

Ini adalah perjalanan yang sangat istimewa bagi Fatima. Bukan karena ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki di luar negeri, bukan juga karena ini pertama kalinya ia naik pesawat, bahkan bukan juga karena haji adalah kewajiban setiap Muslim.

 

Tapi, perjalanan ini tak akan terjadi seandainya ia tak mengambil sebuah langkah revolusioner. Perjalanan ini dimulai dari langkah pertamanya menjadi seorang Muslim.  Suatu hari di tahun 1995, Fatima, yang sebelumnya bernama Nozibele Phylis Mali, seperti biasa tengah sibuk bekerja di rumah majikannya di Rylands Estate.

Fatima tengah menyapu lantai ketika ia terpesona mendengar suara anak majikannya mengulang hafalan Alquran. Fatima terdiam mendengarkan. Suara itu aneh dan menarik, meski ia tak mengerti artinya sepatah kata pun.

Dia begitu tertarik pada bacaan dan cara hormat anak itu duduk memegang kitab suci. Namun Fatima mendengar langkah kaki, dengan cepat ia melanjutkan pekerjaannya sementara pikiran dan hatinya tetap pada anak itu.

Fatima tidak tahu Alquran atau Islam. Tapi, dia mengakui satu kebenaran kuat yang datang dari dalam hatinya.

Sejak awal, Fatima telah merasa ada yang berbeda dengan keluarga majikannya itu. “Mehrun Bhana selalu tersenyum dan berwajah cerah setiap pagi ketika saya datang ke sini.”

Ketika Fatima keliru dalam pekerjaannya, ia menegur dengan baik. Perlakuan ini sangat berbeda perlakuan majikan Muslim sebelumnya. Mehrun Bhana memperlakukannya seperti saudara, tidak ada hierarki majikan-pembantu.

Dia makan dari makanan yang sama dan di meja yang sama dengan seluruh keluarga. Fatima merasa damai setiap kali melihat Mehrun Bhana wudhu dan shalat. Ia tak mengerti mengapa begitu tertarik dengan kehidupan keluarga itu.

Mehrun Bhana menangkap keingintahuan Fatima. Dia tahu Fatima tengah mencari bimbingan spiritual. Suatu pagi, perempuan itu pun mengajak Fatima berdiskusi setelah sarapan. Mereka berbicara tentang hal-hal yang membuat Fatima tidak puas dengan imannya.

Mehrun Bhana menyarankan dia untuk berdoa.“Ketika Anda meninggalkan pintu, berbicara kepada Allah. Katakanlah “Ya Allah, tolong bantu saya. Tunjukkan kebenaran,” tutur Mehrun Bhana. Beberapa bulan kemudian, Mehrun Bhana mengajak Fatima mengunjungi Islamic Da’wah Movemnet (IDM). Tepat setelah itu, Fatima memutuskan untuk memeluk Islam.

 

Mehrun Bhana mengisahkan hari itu, “Imam berkata pada saya, ‘Dia langsung mengatakan syahadat dan mengadopsi nama Fatima.’ Itu adalah momen yang sangat emosional bagi saya. Saya benar-benar tidak bisa berkata-kata.”

 

Perubahan dalam hidup Fatima mulai terlihat. Mehrun Bhana menggambarkan, dulu Fatima adalah orang yang sibuk dengan dirinya sendiri. Kini, ia bisa menyisihkan waktu untuk menunjukkan kepeduliannya pada orang lain. Ia selalu tampak tersenyum.

Tapi, hidup baru itu tidak datang padanya tanpa kesulitan. Kakaknya, Douglas, selalu bersikap baik dan berbagi rumah dengan Fatima. Namun, kakak iparnya, Christina, menentang keras keimanan Fatima dan secara terbuka membencinya.

 

Sikap permusuhan Christina memaksa Fatima meninggalkan rumah kakaknya dan mencari perlindungan di rumah saudaranya sesama Muslim, Nadia.  Di sana, Fatima membantu tetangga dan dua anaknya yang ditinggalkan oleh ibu mereka. Sang ayah begitu kewalahan oleh kebaikan dari Fatima dan Nadia. Pria itu merasa tertarik untuk iman mereka dan, beserta anak-anaknya, kemudian masuk Islam.

 

Beberapa bulan kemudian, terjadilah satu peristiwa tak terduga. Salah seorang anak Christina terluka parah dan meninggal akibat sebuah kecelakaan. Dengan segenap kebesaran hati, Fatima datang mengulurkan bantuan kepada kakak iparnya.

Saat teman-teman semua Christina meninggalkannya setelah pemakaman, Fatima tetap setia dan membantunya bangkit dari kedukaan. Lambat laun, hati Christina mencair oleh kasih sayang Fatima. Sikap permusuhannya mulai luntur.

 

Dia meminta Fatima untuk mengajaknya menghadiri madrasah mingguan tempat mereka belajar dasar-dasar Islam. Setelah tiga kali kunjungan ke madrasah itu, hati Christina terbuka. Dia akhirnya memeluk Islam dan mengadopsi nama Shanaaz.

 

Sejak awal, Fatima telah akrab dengan malaikat maut. Izrail telah memanggil banyak kerabat terdekatnya; saudara-saudara, orang tua, suami, dan terakhir Douglas, kakak tercinta. Douglas meninggal pada Oktober 2006 sebagai korban perampokan bersenjata. Peristiwa itu terjadi hanya tiga hari sebelum ia dijadwalkan mengunjungi kantor IDM untuk mengucapkan syahadat.

 

Fatima sedih, tapi kenyataan bahwa Douglas telah memiliki niat untuk masuk Islam membuatnya sedikit lebih nyaman.

Empat putra Fatima menerima Islam segera setelah mereka tiba di Cape Town dari Transkei pada akhir 2006. Nozuko, putri pertama Fatima, telah menikah dan belum menerima Islam. Namun, ia melaksanakan tanggung jawab untuk menjaga adik-adiknya.

 

Dari seorang wanita egois sampai akhirnya menjadi seorang Muslim yang penuh kasih, Fatima telah menyentuh hati banyak orang. Sebanyak lima belas orang telah masuk Islam berkat kasih saying dan kebaikannya, termasuk anak-anak, saudara, dan tetangga.

 

Dari lima belas orang itu, Shanaaz tetaplah bukti nyata ketabahan dan kebaikan hati Fatima. Selama empat tahun terakhir, Shanaaz terkena kanker. Kondisinya memburuk dan Fatima terus merawatnya. Ikatan iman menggantikan, sekaligus menegaskan, ikatan keluarga mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement