Senin 02 Mar 2015 18:42 WIB

Mantan Pendeta: Naam, I'm Muslim (2)

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Indah Wulandari
Jerald F Dirks
Foto: inspiringislam
Jerald F Dirks

REPUBLIKA.CO.ID, TEXAS -- Pada musim panas 1991, peneliti Alkitab dari Harvard University Prof Jerald F Dirks berkenalan dengan seorang Muslim Amerika bernama Jamal. Ketika itu, Dirks dan istrinya, Debra, tengah melakukan penelitian tentang sejarah kuda Arab.

Jadi, Jamal membantu keduanya menerjemahkan dokumen-dokumen berbahasa Arab untuk kepentingan penelitian tersebut. “Kebetulan, Jamal juga seorang keturunan Arab,” imbuhnya.

Pertemuan pertama dengan Jamal berlangsung di rumah Dirks. Di situ, mereka membahas dokumen apa saja harus diterjemahkan nantinya. Sebelum pertemuan berakhir pada sore harinya, Jamal  meminta izin kepada Dirks untuk melaksanakan shalat Ashar di rumah itu.

“Waktu itu, Jamal menanyakan kepada saya apakah dia boleh menggunakan kamar mandi kami untuk mengambil wudhu. Dia juga meminjam sehelai kertas koran untuk digunakannya sebagai sajadah,” kenang Dirks.

Itu pertama kalinya Dirks dan istrinya melihat seorang Muslim melaksanakan shalat secara langsung dengan mata kepala sendiri. Ketika itu, Dirks mengaku sangat terkesan dengan gerakan-gerakan shalat yang indah.

Selama 16 bulan berikutnya, frekuensi pertemuan Dirks dengan Jamal perlahan-perlahan semakin meningkat hingga menjadi dua kali setiap pekannya. Kadang-kadang Dirks juga menyempatkan diri untuk bertamu ke rumah Jamal.

“Selama kami berinteraksi, Jamal tidak pernah sekalipun bercerita tentang agama Islam. Dia juga tidak pernah menyinggung soal keyakinan saya atau membujuk saya secara lisan agar menjadi seorang Muslim,” aku Dirks.

Meskipun demikian, Dirks mulai mempelajari banyak hal tentang Jamal. Mulai dari shalat yang dia tunaikan secara teratur, hingga perilaku kesehariannya yang begitu menjunjung tinggi moral dan etika. “Saya juga kagum dengan cara Jamal bergaul dengan kedua anaknya,” kata Dirks lagi.

Belakangan, hubungan pertemanan dengan Jamal ternyata memiliki pengaruh cukup besar dalam perjalanan spiritual Dirks dan Debra. Karena dari situlah keduanya mulai termotivasi untuk membaca lebih banyak lagi literatur tentang agama Islam.

Pada penghujung 1992, Dirks mulai meyakini  bahwa Islam adalah agama yang benar. Kendati demikian, dia masih ragu-ragu untuk memutuskan menjadi seorang Muslim. (Bersambung)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement