Ahad 19 Feb 2012 20:22 WIB

Herriadi Saputro, Wudhu Mengantarku Pada Hidayah

Rep: Devi Anggraini Oktavika / Red: Hafidz Muftisany
Wudhu, ilustrasi
Foto: Musiron/Republika
Wudhu, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu hal yang masih diingat Putro tentang masa-masa menjelang keislamannya adalah bagaimana ia mengenal wudhu. Bahkan, Putro mengaku kagum dengan amalan yang satu itu.

Ia tak ingat kapan ia pertama kali mampu berwudhu dengan tata urutan yang benar. Namun pria kelahiran Jakarta, 3 Agustus 1985 ini mengingat bagaimana ia mengenal wudhu untuk pertama kalinya. “Teman yang mengajariku zikir, menyuruhku berwudhu sebelum berzikir,” katanya.

Menyadari bahwa Putro bukanlah Muslim, temannya itu tak hendak memaksa Putro untuk berwudhu secara sempurna. “Dia bilang, ‘Kalau tak bisa wudhu, cukup basuh mukamu’,” ujar Putro menirukan ucapan temannya.

“Wudhu itu ajaib,” katanya. Ia menjelaskan, meski hanya membasuh muka, niatnya untuk mensucikan diri kala itu berdampak langsung pada dirinya. Wudhu, bagi Putro, adalah penjernih pikiran yang membuatnya lebih mudah menerima keadaan sulit di hadapannya. Serta peng-khusyuk yang membuatnya mampu meresapi setiap kalimat zikir yang dilafazkannya.

“Wudhu itu bisa buat orang malas jadi rajin, orang yang pesimis jadi optimis.” Namun demikian, tambahnya, itu bukan efek permanen yang bisa diperoleh hanya dengan sekali berwudlu.

Untuk itu, Putro menilai, semakin sering orang berwudhu, maka ia akan semakin cemerlang. “Cobalah berwudhu saat kita malas, frustasi, atau marah. Kita akan rasakan pengaruhnya bagi pikiran kita. Wudhu itu obat yang mujarab,” ujarnya yakin.

Ditanya tentang misinya setelah menjadi Muslim, Putro mengaku ingin memaksimalkan potensinya sebagai musisi untuk memperluas dakwah Islam lewat musik. “Perkembangan teknologi yang begitu pesat menuntut inovasi di berbagai hal, termasuk dakwah.”

Ia menilai, selama ini, Islam kurang terbuka terhadap inovasi di ranah tersebut. “Tidak semua orang bisa atau memiliki akses pada metode-metode dakwah konvensional seperti ceramah, apalagi kalangan muda,” katanya.

Anak-anak muda, lanjutnya, banyak terpapar tayangan media yang menghadirkan beragam hal. “Pesan Islam harus berlomba dengan semua itu agar dapat masuk dalam pikiran mereka. Itu sulit jika hanya dengan cara-cara yang konvensional,” katanya bersemangat.

Film Sang Pencerah disebutnya sebagai contoh pengemasan itu. “Anak-anak muda kini mengenal sosok Ahmad Dahlan, tokoh yang belum mereka kenal sebelumnya kecuali dari buku sejarah. Itu hebat,” katanya.

Apalagi, banyak di antara tokoh-tokoh Islam pada zaman dulu merupakan maestro di bidang seni. “Ibnu Sina penemu gitar, al-Farabi penemu not lagu.

Karena itu, lanjutnya, “Aku akan membawa pesan-pesan Islam dan perdamaian itu lewat musik, seperti Sunan Kalijaga lewat kesenian wayangnya,” ujarnya optimis

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement