Rabu 24 Aug 2016 05:17 WIB

Kisah Perdebatan Nabi Ibrahim dan Namrud

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Tauhid memiliki makna mengesakan Allah SWT.
Foto: Gambar-online.com
Tauhid memiliki makna mengesakan Allah SWT.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ribuan tahun sebelum Masehi, wilayah bumi dari Timur hingga Barat, dikuasai empat orang saja dengan daerah kekuasaan masing-masing. Mereka terdiri atas dua orang mukmin yang percaya kepada Allah SWT. Sedangkan, dua penguasa lainnya berasal dari kalangan nonmukmin yang ingkar terhadap risalah keesaan-Nya. Dua pemimpin mukmin adalah Sulaiman bin Dawud dan Zulkarnain. Sementara, pemimpin yang tak beriman ialah Bakhtanshar dan Namrud bin Kan'an. 

Nama pemimpin nonmukmin yang terakhir dikenal diktator, otoriter, dan zalim. Bahkan, Namrud pun disebut-sebut sebagai tiran berdarah dingin dan tak segan menghukum siapa pun yang menolak tunduk terhadap perintahnya. Ia sosok yang ingin dipuja hingga ia memproklamasikan diri menjadi tuhan yang wajib disembah rakyatnya.

Suatu saat, Nabi Ibrahim AS tengah datang menghadiri jamuan makan yang digelar Namrud. Para tamu undangan memilih berbagai menu yang terjamu di meja makan. Namrud bercengkerama dan bertanya pada tiap tamunya tentang siapakah tuhan mereka. Hampir tiap hadirin yang ia tanya menjawab, Namrudlah tuhan mereka.

Tiba giliran Ibrahim mendapat pertanyaan serupa. Terjadilah perdebatan singkat antara kedua tokoh tersebut. Betapa kagetnya Namrud mendapat jawaban yang tak biasa. “Tuhanku yang menghidupkan dan mematikan,” kata ayahanda Ismail itu menimpali pertanyaan Namrud.

Merasa dipermalukan, Namrud pun tidak mau kalah. Ia membantah argumentasi Ibrahim dan tetap bersikeras bahwa dirinya juga bisa menghidupkan makhluk atau mematikannya tanpa menyadari bahwa keistimewan itu hanya dimiliki oleh Allah Sang Khalik semata. 

Reaksi ingkar Namrud pun sudah dapat dibaca dengan baik oleh Ibrahim. Ia pun bergegas mengutarakan argumentasi berikutnya tentang keberadaan Allah sebagai Tuhan semesta alam. Ibrahim menyatakan bahwa Tuhan yang ia sembah mampu mendatangkan matahari dari ufuk timur lalu menenggelamkannya di belahan bumi bagian barat. “Bisakah engkau wahai Namrud melakukan itu?” katanya mendebat Namrud.

Kisah itu terekam jelas dalam surah al-Baqarah ayat 258, “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, ‘Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan,’ orang itu berkata, ‘Saya dapat menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur maka terbitkanlah dia dari barat,’ lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Sang Diktator pun tak bisa berkutik dan kehabisan akal untuk kembali menyanggah pernyataan Ibrahim. Ia terdiam seribu bahasa. Merasa kalah, ia lantas memerintahkan untuk mengambil makanan yang telah diambil Ibrahim. Sosok bergelrar khalilullah itu pun diusir dan lantas kembali tanpa merasakan kelezatan hidangan sang aja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement